SANCAnews – Pakar hukum tata negara Refly
Harun turut mengomentari dilantiknya Megawati Soekarnoputri alias Mega sebagai
Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Menurut dia,
kalangan internasional pasti akan tertawa jika Indonesia maju memperkenalkan
inovasi dan risetnya ketika tahu siapa di balik BRIN sebenarnya.
“Kalangan internasional (dunia) pasti akan tertawa kalau sewaktu BRIN maju, apalagi kalau tahu Ketua Dewan Pengarahnya datang dari politik. Dia tak punya pengalaman riset sama sekali, bahkan maaf kata juga, lulus S1 pun tidak, walaupun belakangan akhirnya mendapat gelar doktor honoris causa dan profesor,” kata dia di saluran Youtube-nya, dikutip Hops.id, Kamis 14 Oktober 2021.
Refly lantas membacakan sebuah adagium yang tepat dengan
fenomena Mega di BRIN. “Ada sebuah adagium, kalau urusan itu tak diserahkan
pada ahlinya maka tunggulah kehancurannya.”
Mega kok pimpin BRIN
Menurut dia, banyaknya orang yang mengkritik adanya Mega di
BRIN terbilang masuk akal. Sebab menjadi seolah bukan sebagai tujuan utama
waktu BRIN dihadirkan, yakni memiliki otonomi untuk mengembangkan inovasi dan
riset nasional.
Yang justru terjadi kini, BRIN yang berada langsung di bawah
Presiden Jokowi ini justru menyerahkan kursi terhormat kepada orang yang tak
punya latar belakang keilmuan riset dan teknologi.
Terlebih, negara sendiri merogoh pendanaan besar untuk BRIN
sampai akhirnya punya cabang di tiap daerah. Dengan demikian, kata Refly, kini
Mega memangku dua jabatan penting baik di Dewan Pengarah BPIP dan BRIN.
“Kalau BPIP okelah itu bisa dianggap mainan politiknya Mega
untuk dapatkan sebuah pengakuan dari negara seputar kedudukan tinggi di negara
dengan level setingkat menteri atau lebih. Tetapi ternyata itu tidak cukup,
diciptakan lah BRIN, yang secara psikologis justru juga di atas menteri.”
“Wakil ketuanya menteri keuangan, lalu menteri bapennas, itu
artinya dia bisa lebih berkuasa dari menteri keuangan sekalipun. Makanya wajar
kemudian datang kritik bertubi-tubi,” katanya.
Tantangan BRIN ke depan
Kritik bahkan juga disuarakan loyalis Jokowi yang juga
cendikiawan muslim Azyumardi Azra. Dia bilang, seharusnya yang menjadi ketua
dewan pengarah BRIN adalah seorang peneliti andal yang juga diakui dan
dihormati kalangan internasional.
Karena ini penting dalam kaitannya dengan kerja sama
internasional ke depan. Selain itu, beberapa kalangan juga merasa tidak yakin
BRIN akan mampu melakukan konsolidasi di sisa akhir pemerintahan Jokowi. Maka
itu, mau tidak mau, eksistensi BRIN kemudian akan lebih banyak disandarkan pada
pemerintahan Jokowi.
“Kalau berakhir, bisa jadi presiden yang baru kalau tidak
dalam arus yang sama, rentak tari yang sama, akan banyak mengubah struktur
kelembagaan yang ada. Seperti di BPIP dan BRIN, akan dilakukan perombakan
besar-besaran.”
“Kalau sudah begini jangan harap lembaga riset ini akan
mumpuni dan bisa menjadi landasan, kerangka yang kuat dalam riset dan inovasi
di negeri ini,” tutup Refly. (*)