SANCAnews – Pemerintah memutuskan hari libur keagamaan
seperti maulid Nabi yang seharusnya Selasa 19 Oktober 2021, digeser menjadi
Rabu 20 Oktober 2021. Keputusan libur maulid yang digeser ini kemudian mendapat
beberapa tentangan dari sejumlah pihak, karena dianggap tidak bijak dan tidak
relevan.
Protes beberapa di antaranya datang dari salah satu pengurus
Majelis Ulama Indonesia Cholil Nafis, dan tokoh dari Partai Keadilan Sejahtera
Hidayat Nurwahid. Keduanya berpandangan kalau libur Maulid nabi digeser, maka
tidak pantas dilakukan.
Terlebih, kasus Covid 19 sudah mulai mereda, dan banyak
aktivitas masyarakat sudah mulai berjalan normal.
Adapun alasan pemerintah menggeser hari libur sendiri
dimaksudkan untuk menghindari dampak yang terjadi dari hari libur berdasarkan
pengalaman-pengalaman yang sudah dilalui. Yakni selalu mengalami lonjakan kasus
baru, jika hari libur digelar.
Libur Maulid Nabi digeser, tepatkah?
Terkait sikap Pemerintah, ulama NU Syafiq Hasyim menyoroti
langkah yang dilakukan Pemerintah. Dia sendiri mengaku tak bermasalah jika
libur maulid nabi digeser dari 19 Oktober 2021 menjadi 20 Oktober 2021.
Pengajar FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini
mengatakan, pada dasarnya alasan Pemerintah menggeser hari libur ini masih
terbilang masuk akal.
“Pergeseran hari besar keagamaan ini bisa disebut sebagai
bagian upaya Pemerintah demi kemaslahatan publik. Sebab tugas Pemerintah memang
harus memikirkan agar hal-hal buruk yang akan terjadi pada rakyatnya tak akan
terjadi. Dalam Islam, tindakan atau kebijakan pemimpin pada rakyat itu
didasarkan pada kebaikan dan maslahah,” kata dia, dikutip saluran Cokro TV,
Senin 18 Oktober 2021.
Walau apa yang disorot Cholil Nafis dan Hidayat Nurwahid
memang cukup masuk akal, akan tetapi, kata dia, Pemerintah sepertinya memiliki
cara pandang lain. Yakni menghindari keburukan terjadi, di mana bisa jadi
kegiatan hari libur ini justru akan mengembalikan keadaan yang sudah mulai
membaik jadi memburuk lagi.
Padahal di satu sisi, maulid nabi sendiri merupakan kegiatan
yang sudah mendarah daging bagi rakyat Muslim di Indonesia. Selain itu,
rangkaian kegiatan itu juga tidak hanya satu hari, namun berlangsung belasan
hari.
“Nah, Maulid ini kan sangat meriah di negeri kita. Namun yang
perlu kita ingat, maulid tidak terbatas pada hari lahir, makanya Pemerintah
kemudian turun mengajak dialog, agar kegiatan selama bulan Maulid ini terjaga.
Apalagi Maulid ini sudah berlaku lama dan mengakar.”
Pemerintah diminta konsisten
Di kesempatan itu, Syafiq juga meminta agar Pemerintah tetap
konsisten pada apa yang dilakukannya. Yakni bukan hanya berhenti di hari Maulid
saja, melainkan di sejumlah kesempatan momen lain, dan berlaku untuk agama
lain.
Sebab jika tidak konsisten, maka dikhawatirkan akan ada
peningkatan kasus baru. “Agar tak terjadi kesalahpahaman, Pemerintah harus bisa
konsisten dan adil. Sebab hal keagamaan sangat sensitif dan potensial
dipolitisasi. Maka itu, terapkan hal setara untuk hari keagamaan lain juga.”
“Kalau ada perbedaan pun harus ada fakta yang logis, kalau tidak
maka Pemerintah akan disebut pilih kasih,” katanya. (hops)