SANCAnews – Ekonom senior Faisal Basri
menyayangkan langkah pemerintah dalam menggunakan Sisa Lebih Pembiayaan
Anggaran atau Silpa 2020 untuk proyek kereta cepat Jakarta–Bandung. Di sisi
lain, sekitar sembilan juta peserta program Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN
dihapus dari daftar penerima bantuan iuran, padahal menurut Faisal terdapat
dana yang bisa digunakan untuk mereka.
Hal tersebut disampaikan oleh Faisal dalam dalam webinar
Bincang APBN 2022 bertajuk Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural, Senin
(18/10/2021). Dia menjelaskan bahwa pemerintah semestinya fokus menggunakan
anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk membantu masyarakat di
tengah tekanan pandemi Covid-19.
Saat ini, terdapat sekitar 90 juta masyarakat yang memperoleh
bantuan iuran JKN dari pemerintah, dengan 20 juta di antaranya merupakan
masyarakat miskin. Namun, berlakunya pemadanan data oleh Kementerian Sosial
melalui Kepmensos 92/2021, akan terdapat sekitar 9 juta peserta penerima
bantuan iuran (PBI) yang tidak lagi menerima dukungan dari negara, sehingga
terancam menjadi peserta JKN nonaktif.
Di tengah kondisi itu, menurut Faisal, pemerintah malah
menggunakan dana yang ada untuk membangun berbagai proyek, seperti kereta cepat
Jakarta–Bandung. Padahal, APBN itu dapat membiayai masyarakat miskin dan rentan
miskin untuk memperoleh jaminan sosial seperti JKN.
"Jadi ayo kita perluas [kepesertaan JKN], hentikan food
estate, hentikan pembangunan ibukota [baru], hentikan kereta cepat. Karena
kereta cepat ini mau pakai Silpa tahun lalu. Gila enggak? Silpa tahun lalu mau
dipakai buat kereta cepat, tapi buat rakyat, sembilan koma sekian juta rakyat
yang dapat JKN dihapus oleh Bu Risma [Menteri Sosial]," ujar Faisal pada
Senin (18/10/2021).
Dia yang merupakan pendiri Institute for Development of
Economics and Finance (Indef) menilai bahwa setelah pandemi akan semakin banyak
orang yang jatuh miskin dan menjadi rentan miskin. Menurut Faisal, semestinya
negara hadir untuk melindungi orang-orang tersebut, alih-alih menggunakan APBN
untuk berbagai proyek yang hanya menguntungkan segelintir pihak.
"143 juta rakyat Indonesia itu statusnya insecure.
Kira-kira pengeluaran per hari mereka Rp25.000, sebelum pandemi ya. Setelah pandemi
Covid-19 dia akan jatuh [perekonomiannya]," ujar Faisal. (bisnis)