SANCAnews – Arah kebijakan pemerintahan
Presiden Joko Widodo di periode keduanya yang sudah berjalan selama dua tahun
terakhir semakin disoroti dan mendapat kritik dari banyak pihak.
Pertanyaan tentang, "apakah kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan memihak kepada publik?" menjadi satu hal yang dijawab ekonom
senior Rizal Ramli.
Menurut sosok yang kerap disapa RR ini, rezim Jokowi sekarang
bekerja untuk oligarki hingga orang-orang kaya yang dapat mengatur kebijakan
dan peraturan perundang-undangan yang menguntungkan mereka.
Dia menjelaskan, sebagai contoh konkret dari kebijakan yang
tak berpihak kepada rakyat adalah dinaikannya Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Sedangkan di sisi yang lain, oligarki dan pihak-pihak asing pajaknya diberi
diskon.
"Rezim ini bekerja untuk oligarki, untuk orang yang
kaya, super kaya, mereka kaya berkali-kali lipat, karena mereka berhasil
membeli, mengatur kebijakan," ujar RR dalam siaran langsung akun YouTube
Dr Rizal Ramli pada Rabu siang (20/10).
Berbeda halnya kata RR dengan zaman Presiden Soeharto.
Kalangan bisnis dan taipan yang berpengaruh dalam bidang ekonomi dan bisnis,
saat itu mereka tidak bisa mengatur kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah.
Begitu juga, lanjut RR, di zaman Presiden BJ Habibie dan
Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Para kalangan bisnis maupun taipan
tidak berani mengatur kebijakan.
"Zamannya Mba Mega, Mba Mega kan orangnya mohon maaf ya,
lebih enggak mau diatur lagi, lebih enggak bisa taipan ngatur-ngatur dia. Zaman
SBY juga sama," kata RR.
Akan tetapi, di zaman Jokowi baru pertama kali RR melihat
para oligarki bisa mengatur arah kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah.
"Misalnya pesan supaya ada UU Mineral, supaya yang punya
konsensi batubara diperpanjang 10 tahun plus 10 tahun. Nilainya pertambahan
konsensi otomatis itu, puluhan ratusan miliar dolar. Pesan royalti batubara
dikurangi, itu kerugian negaranya puluhan triliun. Pesan supaya Omnibus Law
ada, supaya kesejahteraan buruh berkurang dan lain-lainnya berkurang,"
terang RR.
Jadi kata mantan Menko Ekuin era Presiden Gus Dur ini, para
taipan atau oligarki sekarang ini bisa memesan dan menyiapkan draf UU.
Sedangkan Presiden dan para menterinya tinggal menjalani pesanan tersebut.
Para oligarki, orang kaya maupun taipan kata RR, tidak
bermain pada level proyek pemerintah. Akan tetapi, bermain di level kebijakan.
"Yang main proyek itu orang bisnis yang masih sedang mau
naik kelas lah. Tapi, kalau oligarki yang gede-gede, taipan yang gede-gede,
mereka udah punya bisnis macam-macam, mereka enggak perlu proyek lagi, kecil
itu proyek. Misalnya project segede-gedenya paling Rp 5 triliun, untungnya 10
persen dari project, kan cuma Rp 500 miliar," tutur RR.
"Tapi kalau mereka berhasil memesan UU Mineral supaya
dapat pertambahan konsensi 20 tahun, itu nilainya ratusan miliar dolar, enggak
ada apa-apanya proyek. Proyek itu yang main pribumi biasanya, atau teman non
pribumi yang masih naik kelas. Atau pesan UU supaya dihapuskan royalti
batubara," sambung RR.
Sehingga masih kata RR, keuntungan dari mengatur kebijakan
buat para oligarki jauh lebih besar keuntungannya dibanding mengerjakan proyek
pemerintah.
"Sementara rakyat yang miskin makin anjlok ke bawah," pungkasnya. (rmol)