SANCAnews – Pakar ekonomi Rizal Ramli
menyatakan Indonesia saat ini memiliki utang menggunung pada China. Hal ini
belum termasuk dengan utang tersembunyi yang diberikan China melalui perusahaan
negara, bank negara, serta perusahaan patungan di luar kesepakatan pemerintah.
Menurut Rizal, ini juga selaras dengan temuan lembaga riset
Aiddata seoal angka-angka utang RI ke China. Pada periode 2000 sampai 2007
saja, Aiddata mencatat tumpukan utang tersembunyi RI ke China dalam tiga kali
pelaksanaan dan dua metode.
“Angka-angka ini saja tak tercatat sebagai utang Pemerintah,
jika ditambah maka utang kita sudah banyak sekali, dan makin tidak terkendali.
Hari ini saja untuk bayar pokoknya Rp400 triliun, bunganya saja Rp370 triliun,
total Rp770 triliun dalam 1 tahun,” kata dia di AKI Petang, dikutip Kamis, 7
Oktober 2021.
Kata Rizal, apalagi jika ditambah dengan utang-utang
tersembunyi, bisa-bisa mencapai Rp800 tiriliun lebih. Dia pun menyatakan,
ekonomi Indonesia saat ini sebenarnya sudah masuk ke ruang ICU.
“Ya sudah masuk ke ICU, mesti pakai ventilator, sebab bayar
bunganya saja harus minjam,” katanya lagi.
Utang RI ke China menggila
Perlu diingat pinjaman tersembunyi di luar Pemerintahan
memang memiliki perbedaan model bisnis. Peminjam biasanya BUMN China dan
perusahaan swasta di sana, tak memberi logika ketika memberi pinjaman.
Seperti halnya ketika seseorang meminjam ke bank, maka akan
ada perhitungan sepertiga dari kemampuan membayar. Sementara untuk kasus China,
mereka disebut Rizal Ramli sengaja memberi utang besar demi taktik tertentu.
“Sama mereka sengaja dikasih pinjaman lebih besar dari
seharusnya, supaya kita enggak mampu bayar. Kalau sudah begitu, maka akan lebih
mudah dikuasai asetnya. Atau kontraknya ditambah.”
“Seperti yang terjadi di Srilanka, yang membangun pelabuhan
dengan biaya mahal sekali. Sementara pendapatan mereka sedikit. Akhirnya karena
BUMN Srilanka tak mampu membayar, kontraknya diperpanjang menjadi hampir 200
tahun. Atau bisa juga dengan cara saham mereka menjadi lebih tinggi,” katanya.
Hal itu pula yang kata Rizal juga terjadi di proyek kereta
cepat Jakarta Bandung dengan anggaran pembengkakak sekira Rp26 triliun. WIKA
yang tak mampu setor modal kemudian membuat mereka memiliki saham lebih tinggi
lagi di sana.
“Perlu diingat, model bisnis BUMN di China itu sengaja kasih
pijaman superbesar supaya kita enggak mampu bayar. Seperti mereka dengan
rencana pelabuhan besar di Medan demi bisa kontrol Selat Malaka, dan di
Belitung, itu besar sekali,” katanya. (hops)