SANCAnews – Brigjen TNI Junior Tumilaar
mencurigai ada oknum yang sengaja menyebarkan surat terbukanya kepada Kapolri
mengenai warga yang berurusan dengan konflik lahan di Sulawesi Utara. Sebab,
meski suratnya berbentuk terbuka, namun Junior tidak mencurigai Kapolri,
melainkan pihak yang ada dalam tembusan surat.
"Surat saya itu sebenarnya bukan terbuka, surat saya itu
klasifikasinya konfidensial. Kenapa? cukup kepada Bapak Kapolri dan
tembusannya," kata Junior di kantor ProDEM, Jalan Veteran, Gambir, Jakarta
Pusat, Jumat 15 Oktober 2021.
Brigjen Tumilaar menyebut jika pihak-pihak yang ada di dalam
tembusan surat yang ditujukan kepada Kapolri. Pertama adalah tembusan bagi
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, kedua untuk Kepala Staf Angkatan Darat
(KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa, kemudian tembusan untuk Panglima Kodam
(Pangdam) XIII/Merdeka, dan untuk Mayjen TNI Wanti W F Mamahit. Tembusan
tersebut ditujukan untuk pejabat TNI yang membawahinya.
Selanjutnya, tembusan keempat untuk James Tuwo selaku
pengacara Ari Tahiru dan Edwin Lomban, juga tembusan kelima kepada Hillary
Brigitta Lasut selaku anggota DPR-RI.
"Yang kelima saya tembuskan surat itu kepada Ibu Hillary
Brigitta Lasut karena beliau di Komisi 3. Makannya saya tembusi supaya masalah
hukum beliau tahu, beliau anggota DPR, suara rakyat. Nah itu saja yang
dikatakan konfidensial terbatas, bukan terbuka," sebutnya.
Menurutnya, pihak yang menyebarkan suratnya kepada Kapolri
adalah salah satu dari tembusan yang ada di surat tersebut. Ia menduga ada
pihak yang membocorkan surat tembusan keempat adalah James Tuwo selaku
pengacara dari Ali Tahiru dan Edwin Lomban serta tembusan yang kelima adalah
Hillary Brigitta Lasut.
"Siapa yang buka? ya mungkin salah satu itulah. Tapi
saya yakin tembusan satu, dua, tiga apalagi kepadanya tidak mungkin dibuka.
Kemungkinan itu nomor 4 dan nomor 5," jelas Brigjen Tumilaar.
Kendati demikian, hal tersebut tidak terlalu
dipermasalahkannya. Yang lebih penting, ungkap Brigjen Tumilaar, adalah isi
dari surat tersebut yang ditujukan kepada Kapolri.
"Ah itu tapi saya tidak mempersoalkan itu, persoalannya
di isi surat itu. Apa itu isi suratnya? perihalnya jelas pemanggilan Babinsa
oleh Polri dan penahan Ari Tahiru," ungkap dia.
Dia juga menyampaikan isi dari surat yang ditujukan untuk
Kapolri, mulai dari paragraf pertama sampai penutup. "Paragraf pertama itu
salam berdasarkan kebenaran dan ketuhanan yang maha pengasih lagi maha
penyayang yang bernama Yehuwa. Itu salam paragraf pertama," beber Brigjen
Tumilaar.
Paragraf kedua, lanjut Tumilaar, berisi permintaan agar
Babinsa tidak dipanggil oleh pihak kepolisian. Dia lantas menjelaskan mengenai
tugas Babinsa.
"Isi dari surat itu di paragraf dua itu tentang intinya
memberitahukan dan mengimbau mohon Babinsa itu jangan dipanggil oleh Polri. Itu
intinya, kenapa? babinsa itu bagian dari sistem pertahanan negara di
darat," lanjutnya.
"Kenapa itu menjadi hal pertama di dalam persoalan di
surat itu persoalan yang saya ungkapkan? karena pertahanan negara itu kalau di
darat itu kita ada istilahnya kumpulkan keterangan. Tidak boleh kita tidak tahu
apa-apa di daratan itu, di wilayah itu. Nah itu tugasnya siapa? tugasnya
Babinsa," sambungnya.
Terkait persoalan ini, ia mendorong pembentukan UU Keamanan
Negara. Aturan itu akan menjelaskan kewenangan antarlembaga dalam urusan
keamanan negara.
"Makanya perlu UU Keamanan Negara, Keamanan Nasional
dibagilah porsi kewenangan untuk keamanan negara ini. Jadi jangan dirusak
dengan peristilahan keamanan itu punyanya polisi, salah itu, tidak boleh.
Pertahanan itu punyanya TNI, enggak boleh itu. Kita jangan dibelak-belokan
peristilahan yang mengacaukan itu," tandas Brigjen Tumilaar. (viva)