SANCAnews – Mantan ketua dewan pimpinan Front
Pembela Islam (FPI) Jakarta Selatan sekaligus ayah dari salah seorang korban,
Syuhada menanggapi hasil sidang terdakwa pembunuhan Laskar FPI di KM 50 Tol
Jakarta-Cikampek di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/10). Syuhada
menyebutnya sebagai sidang manipulasi lantaran digelar di pengadilan negeri,
bukan di pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM).
Syuhada merupakan orang tua dari salah satu laskar korban
tragedi KM 50, Faiz Ahmad Syukur. "Sidang manipulasi. Sidang abal-abal itu
tidak akan sedikit pun memenuhi rasa keadilan rakyat, malah justru sebaliknya,
semakin menambah kezaliman kalian di mata rakyat," kata kata Syuhada
melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Selasa (19/10).
Menurut Syuhada, kalau mau adil, mestinya yang disidang
adalah Kapolda Metro Jaya Irjen Muhammad Fadil Imran dan Pangdam Jaya Mayjen
TNI Dudung Abdurachman. "Sidangnya bukan di pengadilan negeri, tapi di
pengadilan HAM," katanya.
Syuhada mengatakan, sidang seharusnya dilakukan atas penyiksaan
dan pembunuhan di luar hukum (extra judicial killing), yang berarti proses
hukuman mati tanpa proses pengadilan. Sebab, kata dia, enam laskar FPI itu
disiksa dan dibantai langsung dalam peristiwa KM 50 tersebut.
Tidak hanya itu, Syuhada menyebutkan, para korban laskar itu
masih saja difitnah meski telah berbeda alam kehidupan. Seperti dalam
pernyataan yang disampaikan oleh kuasa hukum kedua terdakwa bahwa petugas
polisi diserang oleh anggota Laskar FPI saat melaksanakan tugas pemantauan
hingga akhirnya peristiwa penembakan terjadi.
Anggota Laskar FPI disebut berupaya merebut senjata terdakwa.
"Perekayasa sidang dagelan tersebut dan semua yang terlibat, otomatis
memilih sendiri untuk berdiri di barisan para penyiksa dan pembunuh 6 Laskar
FPI, sehingga mereka pun berhak menikmati QS Annisa ayat 93, Inshaa
Alloh," tambah Syuhada.
Sebelumnya, JPU menjerat terdakwa pembunuhan Laskar FPI di KM
50 Tol Japek, yakni Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin Ohorello dengan
sangkaan Pasal 338 KUH Pidana dan Pasal 351 ayat (3) KUH Pidana juncto Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Keduanya terancam hukuman penjara antara 7 sampai 15
tahun penjara. []