SANCAnews – Besaran utang negara semasa
pemerintahan Presiden Joko Widodo terus mengalami tren kenaikan yang cukup
drastis. Hingga Agustus 2021, jumlahnya sudah menggunung hingga ke angka Rp
6.625,43 triliun.
Jika dibandingkan dengan akhir periode pertama pemerintahan
Presiden Jokowi, yakni 2019, nilai utang negara masih bertengger di angka Rp
4.778 triliun, Namun sejak pemerintahan periode kedua efektif berjalan dan
berbarengan dengan penyebaran Covid-19, utang negara naik drastis menjadi Rp
6.074,56.
Menanggapi persoalan utang tersebut, Anggota Komisi XI DPR
RI, Misbakhun menganggap wajar jika semasa awal pandemi pemerintah menarik
utang dari berbagai sumber, dan nilainya cukup fantastis.
"Defisit (APBN), utang dan sebagainya apakah cuma
Indonesia yang mengalami situasi ini? Tidak, semua negara mempunyai dampak yang
berbeda-beda dalam menghadapi situasi ekonomi (kala) pandemi," ujar
Misbakhun dalam diskusi virtual Gelora Talks bertajuk 'APBN di Antara Himpitan
Pajak dan Utang Negara', Rabu (20/10).
Menurut politisi Partai Golkar ini, tidak fair jika nilai
utang semasa pandemi dibandingkan dengan waktu sebelumnya pada rentang masa 7
tahun pemerintahan Presiden Jokowi, "Tentu ini akan menjadi situasi dan
keadaan yang tidak adil," imbuhnya.
Karena itu dia menilai, siapa pun menteri ataupun
presidennya, maka ketika menghadapi situasi pandemi seperti saat ini bukan
tidak mungkin akan mengambil langkah taktis, sebagai langkah antisipatif
mengatasi penyebaran wabah dan dampak perekonomian di dalam negeri.
"Pandemi ini juga menjadi ujian bagi para pemimpin,
mengenai kelas ujiannya, leadership-nya, dan bagaimana mencari antisipasi
terhadap situasi dan keadaan yang ada," tutupnya. (rmol)