SANCAnews – Presidium Aliansi Dosen
Universitas Negeri Jakarta menolak rencana pemberian gelar doktor honoris causa
kepada Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan Menteri BUMN Erick Thohir oleh senat
universitas.
Anggota aliansi dosen UNJ, Ubedilah Badrun, mengatakan upaya
pemberian gelar doktor honoris causa pada pejabat sudah ditolak pada September
2020. “Kini upaya pemberian gelar tersebut muncul kembali, dan kami konsisten
tetap menolak,” kata Ubedilah dalam keterangannya, Rabu, 13 Oktober 2021.
Ubedilah mengatakan ada empat alasan pihaknya menolak upaya
tersebut. Pertama, aliansi dosen menilai pemberian gelar doktor honoris causa
pada tokoh yang sedang berkuasa dan memegang jabatan publik berpotensi
mengancam otonomi perguruan tinggi dan kebebasan akademik. Sebab, bisa merusak
moral akademik universitas.
Menurut Ubedilah, hal ini diatur jelas dalam Pedoman
Penganugerahan Doktor Kehormatan UNJ tahun 2021, bab tentang Persyaratan pada
ayat 3 diatur bahwa penganugerahan gelar doktor honoris causa tidak diberikan
oleh UNJ kepada siapapun yang sedang menjabat dalam pemerintahan sebagai cara
untuk menjaga moral akademik UNJ.
“Berbahaya jika rektor dan para profesor yang terhormat
sebagai anggota senat universitas melanggar kode etik pedoman yang dibuatnya
sendiri,” kata dia.
Kedua, usulan pemberian gelar kepada pejabat negara
kontraproduktif terhadap upaya pemulihan nama baik institusi UNJ. Ubedilah
menjelaskan, beberapa kali UNJ mendapat sorotan negatif atas beberapa peristiwa
yang dinilai mencederai kehormatan kampus karena relasinya dengan sejumlah
pejabat.
Ketiga, Ubedilah mengatakan alasan pemberian gelar doktor
honoris causa pada Ma’ruf Amin atas pemikirannya tentang negara kesepakatan
patut dipertanyakan. Selain ide tersebut tidak orisinal karena telah
dikemukakan oleh para pemikir klasik sejak abad ke-17 melalui teori kontrak
sosial, Ubedilah menyebut Ma'ruf Amin memiliki catatan khusus dalam isu politik
identitas di Jakarta pada 2017 yang justru bertentangan dengan teori tersebut.
Sementara pemikiran Erick Thohir atau karya besarnya di
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, Ubedilah mengaku tidak menemukannya.
Padahal, dalam syarat pemberian gelar harus memiliki karya luar biasa dalam
bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemanusiaan dan peradaban.
Alasan keempat, Ubedilah menilai mekanisme pemberian gelar doktor honoris causa juga diabaikan. Ia menduga usulan tersebut bukan dari program studi S3 UNJ yang berakreditasi A, tetapi dari atas. “Karenanya kami menolak pemberian gelar Dr. HC kepada pejabat tersebut dan mendesak senat UNJ agar upaya pemberian gelar kepada pejabat betul-betul dibatalkan demi marwah Universitas,” ujar Ubedilah. (tempo)