SANCAnews – Paham
Komunisme baru (Neo Komunis) menjadi satu ideologi yang masih perlu diwaspadai
masyarakat Indonesia.
Pasalnya,
peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof Siti Zuhro,
melihat upaya transformasi oleh mereka yang masih mengagumi aliran pemikiran
ini.
Dalam sebuah
diskusi virtual bertajuk "TNI vs PKI", Siti Zuhro memaparkan sekilas
sejarah munculnya gerakan dari paham komunisme di Indonesia.
Dia
menjelaskan, secara politik gerakan komunisme di Indonesia dimulai dari
munculnya Partai Komunis Indonesia (PKI) yang sempat dua kali melakukan
pemberontakan, tak begitu lama setelah merdeka.
"Dua
kali pemberontakan dilakukan oleh PKI pada tahun 1945 dan 1948," ujar Siti
dalam pemaparannya di diskusi yang digelar Forum Diskusi Guru Besar dan Doctor
Insan Cita, Minggu malam (26/9).
Menurutnya,
kejadian tersebut tidak boleh terulang. Sehingga, ia mengingatkan masyarakat
agar jangan sekali-sekali melupakan sejarah (Jas Merah).
"Tentunya
kita tidak ingin seperti keledai, terjatuh dua kali di lubang yang sama. Tentu
pepatah itu seharusnya menjadi pelajaran hidup penting bagi Indonesia,"
imbuhnya.
Siti
menjelaskan, Komunisme merupakan ideologi yang tidak mengenal agama, tak
mengenal toleransi, tak mengenal musyawarah dan demokrasi, juga tak mengenal
falsafah hidup bangsa dan negara Indonesia yaitu Pancasila.
"Komunisme
harus selalu diwaspadai, karena yang mereka kenal hanyalah revolusi tirani dan
tindakan represif," tuturnya.
Sebagai
penegasan, Siti menukil dua pernyataan tokoh ormas Islam terbesar di Indonesia,
yaitu tokoh ulama Muhammadiyah, Buya Hamka, dan tokoh ulama Nahdlatul Ulama
(NU), KH. Hasyim Muzadi, terkait pandangan mereka terhadap Komunisme.
Dari
pandangan Buya Hamka, Siti mengutip tulisannya yang berjudul The Moslem 15 Mei
1963. Di dalam tulisan itu, dia sebutkan, Buya Hamka mengartikan Komunisme
sebagai paham yang tidak mengakui adanya tuhan, karena mereka menganggap tuhan
ciptaan manusia.
"Tuhan
bagi paham komunis adalah satu yang ditentukan oleh perut belaka. Menurut Buya
Hamka, 'jika masih ada komunis yang masih sholat dan puasa, mereka adalah
komunis yang belum matang. Sementara orang Islam yang komunis Islamnya belum
matang'. Sehingga seharusnya mereka harus memilih," bebernya.
Sedangkan
dari pandangan KH. Hasyim Muzadi, Siti mengutip pernyataan tentang bahaya
Komunis saat ini, karena kini mereka mendompleng pada isu HAM.
"Komunis
saat ini telah kehilangan dua pilar pokoknya, yakni atheisme dan otoritarianisme.
Tetapi bukan berarti komunis telah punah. HAM model barat telah menyatukan neo
komunis dan liberal untuk melawan dunia Islam kata KH Hasyim Muzadi,"
tandasnya. (rmol)