SANCAnews – Sejumlah pengunjuk rasa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) mengalami peretasan, setelah menggelar unjuk rasa menuntut pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) membatalkan pemecatan 57 pegawai KPK yang tidak lolos TWK.

 

Seorang demonstran dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Zakky Musthofa yang juga salah satu orator dalam aksi ini, membenarkan adanya upaya peretasan tersebut.

 

"Benar ada teman-teman peserta aksi yang diretas," katanya saat dikonfirmasi Suara.com pada Senin (27/9/2021).

 

Dia mengungkapkan, peretasan tersebut terjadi kepada beberapa rekannya, baik saat menggelar aksi unjuk rasa maupun setelah menggelar unjuk rasa.

 

"Ada yang setelah aksi, ada juga pas aksi," kata Zakky.

 

Selain peretasan, kata Zakky, beberapa rekannya bahkan juga mengalami doxing.

 

"Ada juga yang difitnah di media sosial," katanya.

 

Sementara itu, peserta aksi yang menjadi korban peretasan, Isam mendapat pesan singkat dari orang yang tidak dikenal ke nomor ponselnya. Dalam pesan tersebut tertulis, 'Hayo loh nanti keciduk jangan nangis ya bocil.'

 

Dia menmgungkapkan, tidak hanya dirinya saja yang menjadi korban peretasan. Beberapa rekan lainnya yang menggelar aksi demonstrasi tersebut juga mengalami hal yang sama.

 

"Ada beberapa teman saya juga yang kena," ujarnya.

 

Tak hanya dialami pengunjuk rasa, peretasan juga terjadi pada sejumlah pegawai KPK  yang akan dipecat pada 30 September 2021 nanti. Hal itu diungkapkan oleh Penyidik nonaktif KPK Ronald  Paul Sinyal.

 

"Diambil nomornya sama orang yang enggak dikenal," ujarnya di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, Jakarta Selatan pada Senin (27/9/2021).

 

Dia mengungkapkan, peretasan menimpa delapan pegawai nonaktif KPK, yakni Christie Afriani, A Damanik, Rieswin Rachwell, Harun Al Rasyid, Waldi Gagantika (WG), Qurotul Aini (QA), Tri Artining Putri, dan Nita Adi Pangestuti.

 

Peretasan tersebut, diungkapkan Ronald, dilakukan melalui aplikasi WhatsApp dan Telegram para pegawai nonaktif.

 

Peristiwa itu terjadi saat mereka menggelar 'Kantor Darurat Pemberantasan Korupsi.' Sekaligus bersamaan dengan selesainya, aksi unjuk rasa yang digelar ratusan massa BEM SI di sekitaran Gedung Merah Putih KPK.

 

Untuk diketahui, sejak pukul 10.41 WIB menjelang siang tadi,  ratusan massa yang tergabung dalam BEM SI berunjuk rasa. Mereka nenuntut Presiden Joko Widodo dan Ketua KPK Firli Bahuri serta para pimpinan lainnya membatalkan pemecatan 57 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).

 

Sebanyak 57 pegawai KPK itu akan resmi dipecat pada 30 September 2021 nanti.

 

Dalam aksinya, ada beberapa tuntutan yang mereka suarakan. Pertama,  menuntut agar Firli Bahuri selaku Ketua KPK untuk segera mencabut SK nomor 625 dan SK nomor 1327 Tahun 2021 atas pemberhentian 57pegawai.

 

"Mendesak Ketua KPK untuk mencabut SK 652 dan SK 1327 tahun 2021 atas pemberhentian 57 pegawai KPK disebabkan oleh TWK yang cacat formil secara substansi mengandung rasisme, terindikasi pelecehan dan mengganggu hak privasi dalam beragama," ucap sang orator melalui pengeras suara.

 

BEM SI juga mendesak agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk bertanggung jawab atas pelemahan lembaga antirasuah tersebut. Mereka meminta agar Presiden mengangkat 57 pegawai untuk diangkat menjadi ASN.

 

"Mendesak Presiden untuk bertanggung jawab dalam kasus upaya pelemahan terhadap KPK dengan mengangkat 57 Pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN)," sambung sang orator.

 

Selanjutnya, mereka juga meminta agar Firli Bahuri mundur dari jabatannya sebagai Ketua KPK. Sebab, jenderal bintang tiga itu dinilai telah gagal menjaga integritas dan marwah KPK dalam pemberantasan korupsi. []


Label:

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.