SANCAnews – Selama lima tahun terakhir telah
terjadi 2.047 konflik agraria di sektor perkebunan, kehutanan, pertambangan,
pertanian, infrastruktur dan properti. Tidak sedikit konflik agraria itu yang
berujung pada pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Begawan ekonomi DR. Rizal Ramli menjelaskan bahwa Komnas HAM
banyak menerima konflik agraria, tapi menemui jalan buntu atau tidak menemukan
solusi penyelesaiannya.
"Komnas HAM punya catatan tersendiri mengenai konflik
agraria yang diadukan ke lembaga ini dan tak pernah menemukan
penyelesaiannya," ujar Rizal Ramli dalam pidato Peringatan Hari Tani
Nasional di Villa Bukit Sentul, Bojong Koneng, Bogor, Jawa Barat, Jumat (24/9).
Turut hadir dalam acara tersebut, Ketua Majelis Jaringan
Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule dan Koordinator Gerakan Indonesia
Bersih (GIB) Adhie M. Massardi, serta warga Bojong Koneng yang sebagian besar
terancam digusur oleh Sentul City.
Mantan Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid atau
Gus Dur ini melanjutkan, kalaupun konflik agraria itu menemukan solusi, hampir
pasti solusi tersebut hanya menguntungkan pemilik modal dan tidak berpihak
kepada rakyat kecil, terutama petani dan buruh.
"Kenapa konflik agraria nyaris tak ada yang bisa
diselesaikan secara proprosional, kecuali memberikan keuntungan kepada para
pemilik modal?" tanya Rizal kepada masyarakat yang hadir di acara
tersebut.
"Intinya karena para pejabat kita. Terutama yang terkait
dengan soal tanah, yang memiliki otoritas di sektor tanah, mentalnya masih
mental pejabat zaman penjajah," sambungnya.
Padahal, masih kata Rizal Ramli, jika pejabat berpedoman dan
menjalankan UU 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UU PA), maka
tidak ada rakyat yang menjadi korban dari konflik agraria.
"Jadi mereka ini tidak kompatibel dengan UU PA produk
zaman kemerdekaan," pungkasnya.