SANCAnews – Anggaran belanja pemerintah untuk
aktivitas digital yang dilakukan di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo
menjadi sorotan tokoh senior, DR. Rizal Ramli.
Berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch (ICW),
terhitung sejak tahun 2014 hingga 2020 tercatat ada 133 paket pengadaan yang
totalnya mencapai Rp 1,29 triliun. Di mana di dalamnya ada anggaran untuk media
sosial, influencer, kampanye online, hingga konsultan komunikasi.
Bagi Rizal Ramli, kehadiran pendengung bayaran atau BuzzerRp
yang kerap kali mengatasnamakan diri sebagai influencer merupakan masalah
serius bagi kehidupan demokrasi di negeri ini. Kelompok ini bergerak hanya
untuk kepentingan sang tuan yang membayar.
Narasi-narasi yang disampaikan berlebihan hingga acapkali
berpotensi merusak persatuan dan mengadu domba agama. Semua itu tidak
dipedulikan karena yang terpenting bagi BuzzerRp adalah menutupi kegagalan sang
tuan.
“Menutupi kegagalan tuannya dan melakukan pembunuhan karakter
terhadap lawan-lawan politik,” ujarnya kepada redaksi, Minggu (5/9).
“Nah si Tuan Pembayar bisa perankan "Good Guy"
karena peran kotor (“Bad Guys”) sudah dimainkan BuzzeRp,” sambung Menko
Perekonomian era Presiden Gus Dur itu.
Di era rezim saat ini, Rizal Ramli melihat bahwa propaganda
islamphobia terus dilanjutkan. Tujuannya ada dua. Pertama untuk menakut-nakuti
minoritas, abangan, dan nasionalis sempit, sehingga mereka semakin militan
membela status-quo yang minim prestasi dan koruptif.
“Kedua mobilisasi pendanaan untuk membiayai operasi
islamphobia oleh BuzzerRp dan InfluencerRp,” sambungnya.
Padahal, kata Rizal Ramli, negara yang mengaku Pancasila
tidak boleh ada phobia-phobia terhadap agama apapun. Termasuk tidak boleh ada
diskriminasi berdasarkan agama, suku, dan warna kulit.