SANCAnews – Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo mengomentari pidato Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada Sidang Majelis Umum ke-76 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Kamis, 23 September 2021. Dalam kesempatan itu, Jokowi menyinggung soal ketimpangan distribusi vaksin, isu intolenrasi, hingga marginalisasi perempuan.

 

Jokowi juga menyampaikan kesiapan Indonesia menjadi Presidensi G20 pada 2022 dengan menjanjikan kepemimpinan yang inklusif dan memperjuangkan hak-hak kelompok-kelompok terpinggirkan.

 

Menurut Wahyu, pidato Jokowi itu seharusnya juga bisa menjadi cermin bagi realitas Indonesia. "Keprihatinan global Jokowi juga terjadi di Indonesia. Seharusnya masalah-masalah yang ada di Indonesia juga menjadi konsen Jokowi," ujar Wahyu saat dihubungi Tempo pada Kamis, 23 September 2021.

 

Kata Wahyu, angka kasus Covid-19 memang melandai, tapi ketimpangan atas akses vaksinasi masih jomplang. "Tantangan atas kebijakan-kebijakan yang intoleransi dan memarginalisasi perempuan di Indonesia juga masih terjadi. Bencana alam akibat krisis ekologi juga datang bertubi-tubi," ujarnya. "Pekerja migran termasuk yang terdampak signifikan dalam kondisi pandemi ini".

 

Dalam Sidang Majelis Umum ke-76 PBB, Jokowi menyebut kemampuan dan kecepatan antarnegara dalam menangani pandemi Covid-19, termasuk vaksinasi, sangat timpang. Padahal, kata dia, tidak akan ada negara yang aman sampai semua negara aman dari Covid-19.

 

“Politisasi dan diskriminasi terhadap vaksin masih terjadi. Hal-hal ini harus bisa kita selesaikan dengan langkah-langkah nyata,” tuturnya.

 

Selain kondisi pandemi Covid-19, Jokowi juga menyerukan agar dunia tetap serius melawan intoleransi, konflik, terorisme dan perang. Menurut  Jokowi, perdamaian dalam keberagaman, jaminan hak perempuan dan kelompok minoritas harus ditegakkan.

 

Lebih jauh, Presiden Jokowi juga menyebut bahwa potensi praktik kekerasan dan marjinalisasi perempuan di Afganistan, kemerdekaan Palestina yang semakin jauh dari harapan, serta krisis politik di Myanmar, harus menjadi agenda semua negara. Pemimpin ASEAN telah bertemu di Jakarta dan menghasilkan Five Points Consensus, yang implementasinya membutuhkan komitmen militer Myanmar.

 

“Harapan besar masyarakat dunia tersebut, harus kita jawab dengan langkah nyata dengan hasil yang jelas. Itulah kewajiban yang ada di pundak kita, yang ditunggu masyarakat dunia. Itulah kewajiban kita untuk memberikan harapan masa depan dunia,” tuturnya.

 

Presiden menyerukan agar dunia tetap serius melawan intoleransi, konflik, terorisme dan perang. Menurut Jokowi, perdamaian dalam keberagaman, jaminan hak perempuan dan kelompok minoritas harus ditegakkan.

 

Lebih jauh, Presiden Jokowi juga menyebut bahwa potensi praktik kekerasan dan marjinalisasi perempuan di Afghanistan, kemerdekaan Palestina yang semakin jauh dari harapan, serta krisis politik di Myanmar, harus menjadi agenda semua negara. Pemimpin ASEAN telah bertemu di Jakarta dan menghasilkan Five Points Consensus, yang implementasinya membutuhkan komitmen militer Myanmar.

 

“Harapan besar masyarakat dunia tersebut, harus kita jawab dengan langkah nyata dengan hasil yang jelas. Itulah kewajiban yang ada di pundak kita, yang ditunggu masyarakat dunia,” katanya. (tempo)


Label:

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.