SANCAnews – Penyidik Senior KPK Novel Baswedan
menanggapi soal pemecatan yang akan dilakukan oleh Firli Bahuri dkk terhadap 56
pegawai yang tidak lulus TWK. Pemecatan akan dilakukan pada 30 September 2021.
Novel menyatakan tak menyangka pimpinan KPK mengambil langkah
tersebut. Terlebih adanya permasalahan dalam pelaksanaan TWK yang disampaikan
oleh Komnas HAM dan Ombudsman RI.
Selain itu, ada juga putusan MA yang menyatakan tindak lanjut
hasil TWK ada di tangan pemerintah bukan KPK.
Novel menyatakan pimpinan KPK telah melawan hukum demi
memecat 56 pegawai yang sudah terbukti integritasnya. Padahal, kata Novel,
mereka masuk KPK tujuannya adalah berjuang, melawan korupsi dengan segala
risikonya.
"Kami adalah orang yang memilih jalan berjuang di KPK,
jalan memberantas korupsi sungguh-sungguh di mana masalah korupsi kita tahu
masalah yang serius masalah penting dan sensitif," kata Novel di Gedung
ACLC KPK, Rabu (15/9).
"Kami juga sadar berantas korupsi berat, lawannya
banyak. Demi bangsa dan negara maka kami ambil jalan itu. Kami akan selalu
sampaikan bahwa setiap langkah yang kami lakukan kami sadar dengan segala
risikonya," sambung dia.
Novel memang kerap dihadapkan dengan sejumlah teror saat
bertugas sebagai penyidik. Bahkan ia harus kehilangan satu matanya akibat
disiram oleh air keras oleh anggota kepolisian yang kini sudah dipidana.
"Kami akan berbuat dengan sebaik-baiknya. Setidaknya
sejarah mencatat kami berupaya berbuat yang baik kalau pun ternyata negara
memilih atau pimpinan KPK dibiarkan tidak dikoreksi perilakunya yang melanggar
hukum, setidak-tidaknya itu masalahnya terjadi bukan karena kami," kata
dia.
Dia menyatakan selama menjadi penyidik di KPK sudah bergerak
sungguh-sungguh memberantas korupsi. Sebuah ironi ketika ia yang begitu
berkorban kini malah diberantas dengan cara dipecat.
"Kami berupaya berantas korupsi sungguh-sungguh, tapi
justru kami malah diberantas. Tentu ini kesedihan yang serius. Dan ini saya
yakin dirasakan oleh masyarakat Indonesia," kata Novel.
"Saya tak bisa berkata-kata lagi apabila melihat
pimpinan KPK merasa berani di atas Pemerintah berani di atas hukum dan berani
melanggar hukum dengan terang-terangan dan serius. Saya tak bisa berkata-kata
lagi dan itu yang perlu saya sampaikan," pungkas dia.
Seputar TWK
Ada 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus TWK sebagai
alih status menjadi ASN. Satu di antaranya sudah pensiun.
Terdapat 18 pegawai KPK yang kemudian bersedia dibina melalui
diklat. Mereka dinyatakan lulus dan kini sudah dilantik menjadi ASN. Maka
tersisa 56 pegawai KPK yang akan dipecat pada 30 September 2021.
Mereka yang termasuk daftar ini bukan pegawai sembarangan.
Yakni mulai dari pejabat struktural hingga penyelidik dan penyidik top KPK yang
sedang menangani kasus korupsi besar. Misalnya Giri Suprapdiono, Novel
Baswedan, Yudi Purnomo, Harun Al Rasyid, dsb.
Ombudsman dan Komnas HAM menyatakan bahwa TWK bermasalah.
Mulai dari soal administrasi hingga adanya pelanggaran HAM.
Bahkan, Komnas HAM dengan tegas menyatakan bahwa TWK
merupakan alat menyingkirkan pegawai tertentu yang dicap Taliban. Baik
Ombudsman dan Komnas HAM menyatakan hasil TWK layak dibatalkan dan pegawai yang
tak lulus tetap dilantik jadi ASN.
Namun, KPK tidak bergeming. Firli Bahuri dkk tetap akan
memecat pegawai itu. KPK kembali berdalih bahwa keputusan ini berdasarkan rapat
pada 13 September 2021. Rapat ini menindaklanjuti putusan MK dan MA terkait
TWK.
Mereka yang hadir dalam rapat itu ialah Menteri Hukum dan HAM
Yasonna Laoly serta Menteri PAN dan RB Tjahjo Kumolo, Kepala BKN, serta 5
Pimpinan KPK bersama Sekretaris Jenderal, Kepala Biro Hukum, dan Plt. Kepala
Biro SDM KPK. (kumparan)