SANCAnews – Polemik pemberian gelar profesor
pidana terhadap Jaksa Agung ST Burhanuddin memunculkan tanda tanya publik.
Pasalnya, di berbagai daftar riwayat hidupnya yang tersebar
di publik dan di buku pidato pengukuhannya sebagai profesor terdapat perbedaan
latar belakang pendidikannya dari jenjang strata satu hingga pascasarjana.
Pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir
meminta agar latar belakang pendidikan Jaksa Agung ST. Burhanuddin ditelusuri
kebenarannya.
"Harus itu ditulusuri dengan benar. Biasanya kan ada
bukti-bukti, saya rasa bisa dilacak. Ini S1 di mana terus gelar berikutnya di
mana, kan jadi bingung (kalau berbeda-beda)," kata Mudzakir kepada
wartawan di Jakarta, Selasa (21/9).
Menurut Mudzakir, bila perlu data riwayat pendidikannya itu
diperiksa di bagian kepegawaian Kejaksaan RI untuk memastikan apakah
perbedaan-perbedaan itu hanya salah ketik sehingga menjadi tidak sinkron satu
dengan lainnya. Jika data di kepegawaian tidak ada, maka perlu ada teguran
kepada lembaga tersebut.
"Mestinya jenjang pendidikan Jaksa Agung (Burhanuddin)
sinkron (dengan) apa yang ditulis. Kalau tidak jelas seperti ini bahaya, karena
memberikan pengakuan gelar palsu. Ini menurut saya harus clear, kalau palsu
gelar doktornya itu hapus semua gelar-gelar lainnya, karena starting poin, itu
salah karena nggak sinkron," tutur Mudzakir.
"Dari kepegawaian harus dicek ulang. Itu pasti harus
ada, dokumen hukum yang menjadikan dasar lulus S1, harusnya ada."
Setelah ditelusuri dan tidak ditemukan kejelasan latar
belakang pendidikan Burhanuddin, kata Mudzakir, maka segela gelar yang tadinya
melekat akan rontok secara otomatis. Untuk memastikan apakah ada penggunaan
gelar palsu, maka perlu diperiksa secara seksama baik di kampus maupun data di
bidang kepegawaian Kejaksaan RI.
"Kalau sarjana palsu, itu semua harus rontok gelar
lainnya ya, untuk menjadi profesor jadi doktor kan ada jenjang akademik, kalau
nggak ada ini harus diperiksa lagi. Kalau (dibawa) ranah pidana ini bisa dari
KUHP, atau menggunakan gelar palu dari dinas pendidikan, tapi rata-rata pakai
KUHP," kata Mudzakir.
Perbedaan gelar S1 dan S2 Jaksa Agung ST. Burhanuddin tampak
jelas dari buku pidato pengukuhan profesornya dan daftar riwayat hidupnya yang
dipublikasikan situs resmi Kejaksaan Agung. Dan itu terjadi sejak Burhanuddin
menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Perdata dan TUN pada 2012.
Di buku pengukuhan tersebut Burhanuddin disebut lulusan
sarjana hukum dari Universitas 17 Agustus 1945, Semarang, Jawa Tengah tahun
1983. Sementara di situs resmi Kejaksaan Agung, Burhanuddin disebut lulusan
sarjana hukum Universitas Diponegoro tahun 1980.
Untuk pendidikan pasca-sarjananya, di situs resmi Kejaksaan
Agung, Burhanuddin menyebut lulusan magister manajemen dari Universitas
Indonesia (UI) tahun 2001. Sementara di buku pengukuhan profesornya,
Burhanuddin disebut lulus dari Sekolah Tinggi Manajemen Labora di DKI Jakarta
tahun 2001. (rmol)