SANCAnews – Komnas HAM buka-bukaan soal kecurigaan tentang narasi menyudutkan para pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) di media sosial.

 

Komnas HAM juga menyebut sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap TWK bisa mempengaruhi penilaian dunia terhadap Indonesia.

 

Hal tersebut disampaikan Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, dalam diskusi daring yang digelar LBH Pekanbaru, Sabtu (25/9/2021). Dalam video diskusi yang diunggah di kanal YouTube LBH Pekanbaru itu, Taufan awalnya bicara soal sikap Komnas HAM yang terus mengusut dugaan pelanggaran HAM terkait TWK.

 

Taufan mengatakan banyak pihak mempertanyakan kenapa Komnas HAM melanjutkan proses terhadap pengaduan para pegawai KPK yang tak lolos TWK meski ada gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA). Menurut Taufan, poin yang diusut pihaknya berbeda dengan gugatan di MA dan MK.

 

"Hasilnya juga tidak, bahkan menurut saya saling memperkuat saja. TWK oleh MK disebut sebagai sesuatu yang konstitusional. Komnas HAM juga tidak mengatakan apa-apa tentang itu," ucap Taufan.

 

"Kalau dibaca baik-baik dalam laporan kami, yang dilakukan Dinas Psikologi Angkatan Darat itu kami apresiasi.

 

Walaupun, kami katakan, TWK yang dilaksanakan Dinas Psikologi Angkatan Darat itu sebetulnya instrumen untuk calon prajurit bukan untuk orang yang sudah bekerja belasan tahun dengan jabatan direktur, kabag dan segala macam," sambungnya.

 

Dia juga mengatakan undang-undang KPK mengatur soal alih status, bukan penerimaan pegawai. Dia juga mencontohkan soal sejumlah kasus alih status pegawai di lembaga lain seperti SKK Migas hingga Jiwasraya.

 

Taufan kemudian menjelaskan soal pelanggaran HAM yang ditemukan oleh Komnas HAM dalam pelaksanaan TWK KPK. Dia menilai salah satu masalah dalam TWK KPK itu adalah para asesor tidak memiliki standar hingga dasar hukum para asesor melakukan TWK terhadap para pegawai KPK.

 

"Kami nggak melihat yang mereka lakukan itu adalah bagian dari TWK. Makanya ada pertanyaan yang sama sekali tidak relevan, bahkan pertanyaan-pertanyaan yang tendensius, pertanyaan-pertanyaan yang cenderung merendahkan harkat martabat perempuan. Kan bukan itu TWK," tuturnya.

 

Taufan menyebut, dalam pemeriksaan yang dilakukan Komnas HAM, ada temuan soal upaya sistematis penyingkiran terhadap kelompok tertentu. Dia mengatakan Komnas HAM menilai hal itu sebagai penyalahgunaan kekuasaan.

 

"Kami melihat ada kecenderungan sistematis melakukan penyingkiran pada kelompok tertentu dengan membangun stigmatisasi," tuturnya.

 

Dia menegaskan yang diselidiki Komnas HAM adalah pelaksanaan TWK. Dia menyebut BKN tidak bisa menjelaskan dasar hukum menyatakan para pegawai KPK itu tak memenuhi syarat (TMS) sebagai ASN.

 

"Kami tanya, dasar hukum anda menyebut TMS dan MS itu apa? Gugup menjawabnya. Jujur saya katakan, mereka sulit menjawab itu. Sehingga mengatakan, oh ini ada peraturan Panglima, nah ini lebih ngaco lagi ketika peraturan Panglima TNI dijadikan dasar.

 

Apa hubungannya gitu loh? Kemudian juga ternyata kita tanyakan mana peraturan Panglima TNI yang anda sebutkan, nggak bisa nunjukkan juga," tuturnya.

 

Taufan kemudian menyoroti soal narasi di media sosial yang menyebut 57 pegawai KPK tak lolos TWK ribut gara-gara masalah pekerjaan. Taufan mengaku sedih melihat narasi tersebut beredar.

 

Dia mengaku yakin para pegawai KPK tersebut tak akan kesulitan soal urusan pekerjaan. Dia pun mencurigai narasi itu dibuat secara sistematis.

 

"Kalau untuk cari selamat pribadi saja, saya yakin teman-teman ini orang profesional, bisa bekerja di berbagai sektor. Bukan hal sulit bagi mereka yang punya keterampilan macam-macam, ada yang punya keterampilan soal IT, perpajakan, ahli hukum, nggak sulit.

 

Sangat tidak pantas, tidak sepatutnya, menyampaikan komentar seperti itu. Saya nggak tahu kenapa ada narasi-narasi yang menurut saya sistematik. Saya selalu nggak percaya itu alamiah. Saya selalu curiga itu. Belakangan ini saya lihat ada kecenderungan memainkan narasi yang orkestrasi narasi untuk menyerang kelompok yang tidak sepikiran," ucapnya.

 

Yakin Ada Langkah dari Presiden

Taufan juga mengaku yakin pihak Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal memiliki langkah soal nasib para pegawai KPK yang tak lolos TWK ini. Meski demikian, dia mengatakan tak ada konsekuensi hukum jika Presiden tak mengambil langkah terkait polemik TWK ini.

 

Taufan hanya menyebut hal itu akan menjadi catatan di mata dunia. Menurutnya, jika tak ada tindakan terhadap para pegawai KPK tak lolos TWK itu, bisa saja pemerintah dianggap abai terhadap norma HAM.

 

"Jadi catatan bagi negara kita, bagaimana seorang presiden, dalam hal ini sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, kemudian bisa dinilai sebagai pengabaian norma-norma hak asasi manusia," tuturnya.

 

Taufan menilai hal itu bakal mempengaruhi penilaian internasional terhadap Indonesia dalam sektor HAM. Dia mengingatkan lembaga HAM internasional selalu memberi penilaian terhadap kepatuhan pemerintah terhadap norma-norma HAM.

 

"Kita juga jangan lupa, kita selalu diberi penilaian dari lembaga-lembaga hak asasi manusia internasional yang biasa disebut sebagai penilaian terhadap derajat compliance-nya, derajat kepatuhan. Jadi derajat kepatuhan negeri kita atau negara kita terhadap hak asasi manusia itu akan berdampak bagaimana internasional menempatkan atau menilai Indonesia," ucapnya. (dtk)


Label:

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.