SANCAnews – Indonesia Corruption Watch (ICW)
melemparkan kritik terkait penindakan korupsi yang dilakukan 3 aparat penegak
hukum di negeri ini yaitu KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Hasilnya ketiga aparat penegak hukum itu dinilai ICW masih
rendah kinerjanya dalam memberantas korupsi.
Penilaian itu itu dilakukan ICW untuk kurun waktu semester
pertama 2021 dari pemantauan sejumlah media sejak Januari 2021 hingga 30 Juni
2021. Berikut data yang disampaikan ICW:
1. Kejaksaan
Kasus yang tertangani: 151 kasus
Tersangka yang ditangkap: 363 tersangka
Potensi kerugian negara: Rp 26,1 triliun
2. Kepolisian
Kasus yang tertangani: 45 kasus
Tersangka yang ditangkap: 82 tersangka
Potensi kerugian negara: Rp 388 miliar
3. KPK
Kasus yang tertangani: 13 kasus
Tersangka yang ditangkap: 37 tersangka
Potensi kerugian negara: Rp 331 miliar
Sebagai perbandingan, ICW juga menampilkan bagan penanganan
korupsi dari 3 aparat penegak hukum itu untuk semester pertama dalam 5 tahun
terakhir. Berikut bagannya:
ICW lantas membuat sendiri kategori pemberantasan korupsi
dengan cara membagi penindakan kasus yang terpantau dengan target penindakan
kasus lalu dipersentasekan.
Untuk hasilnya, ICW membagi kategori menjadi 5 yaitu A, B, C,
D, dan E. Untuk peringkat A atau sangat baik dengan rentang 81-100 persen, B
atau baik untuk 61-80 persen, C atau cukup untuk 41-80 persen, D atau buruk
untuk 21-40 persen, dan E atau sangat buruk untuk 0-20 persen.
Lalu bagaimana hasilnya?
ICW mengatakan target penindakan kasus korupsi untuk 3 aparat
penegak hukum itu adalah 1.109 kasus untuk semester I 2021 berdasarkan DIPA
tahun anggaran 2021. Namun realisasinya, menurut ICW, hanya 209 kasus yang
tertangani.
"Dengan jumlah kasus yang ditangani oleh aparat penegak
hukum hanya sebesar 209 kasus yang mana itu 19 persen maka ada di nilai E atau
sangat buruk," ujar Peneliti ICW Lalola Easter melalui siaran langsung di
kanal YouTube Sahabat ICW, Minggu (12/9/2021).
Bagaimana capaian per instansinya?
1. Kejaksaan
ICW mengklaim sepanjang semester pertama tahun 2021,
Kejaksaan mampu menyelesaikan 151 kasus dari yang ditargetkan sebanyak 285
kasus. Dengan rata-rata kasus yang ditangani oleh kejaksaan sekitar 25 kasus
per bulan.
Menurut ICW, atas kinerja tersebut Kejaksaan memperoleh
persentase sebesar 53 persen dalam menangani kasus korupsi. Oleh karena itu,
berdasarkan penilaian yang dimiliki ICW maka Kejaksaan masuk dalam kategori
penilaian 'C' atau cukup.
2. Kepolisian
ICW mengklaim sepanjang semester pertama tahun 2021,
Kepolisian hanya mampu menyelesaikan 45 kasus dari yang ditargetkan sebanyak
763 kasus. Dengan rata-rata kasus yang ditangani oleh kejaksaan sekitar 8 kasus
per bulan.
Menurut ICW, atas kinerja tersebut Kejaksaan memperoleh
presentase sebesar 5,9 persen dalam menangani kasus korupsi. Oleh karena itu,
berdasarkan penilaian yang dimiliki ICW maka Kepolisian masuk dalam kategori
penilaian 'E' atau sangat buruk.
3. KPK
ICW mengklaim sepanjang semester pertama tahun 2021, KPK hanya
mampu menyelesaikan 13 kasus dari yang ditargetkan sebanyak 60 kasus. Dengan
rata-rata kasus yang ditangani oleh kejaksaan sekitar 3 kasus per bulan.
Menurut ICW, atas kinerja tersebut KPK memperoleh presentase
sebesar 22 persen dalam menangani kasus korupsi. Oleh karena itu, berdasarkan
penilaian yang dimiliki ICW maka KPK masuk dalam kategori penilaian 'D' atau
buruk.
Tanggapan ICW Atas Pencapaian Ketiga Instansi Tersebut
Peneliti ICW Lalola Easter mengungkapan jika pihak kepolisian
memiliki penurunan penanganan kasus dibanding semester pertama tahun
sebelumnya. Padahal kepolisian memiliki anggaran terbesar dalam menangani kasus
korupsi yaitu Rp 290,6 miliar.
"Tapi kinerjanya kami pandang jauh dari target yang
sebenarnya ditetapkan oleh kepolisian sendiri, yaitu E atau sangat buruk,"
ujar Lalola.
Ini berarti kepolisian hanya menangani 8 kasus korupsi per
bulannya. Berbanding terbalik dengan jumlah kantor kepolisian yang ada di
Indonesia yang jumlahnya mencapai 517 kantor kepolisian dan kucuran dana yang
besar untuk menangani kasus korupsi.
"Bahkan sebelum bicara kualitas, kuantitas saja tidak
tercapai. Ini tentu jadi catatan serius bahwa penganggaran itu harus dibarengi
dengan performa kerja dari masing-masing lembaga penegak hukum dan kepolisian
tidak menunjukan hal tersebut," kata Lalola.
Dalam penanganan kasus korupsi, pihak kepolisian juga tidak
pernah menggunakan pasal pencucian uang berbanding terbalik dengan pihak kejaksaan
dan KPK. Laloli menyebut hal tersebut berbanding terbalik dengan janji Kapolri
Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkait pemaksimalan pemulihan aset dalam kasus
korupsi.
"Jadi hal ini tentu patut dipertanyakan tentu pada
kepolisian juga kepada kapolri apakah memang serius dalam melakukan
pemberantasan korupsi atau penindakan kasus korupsi? Karena hal tersebut tidak
tercermin dari performa lembaga penegak hukum kepolisian sepanjang semester 1
tahun 2021," kata Laloli.
"Jadi dari sumber daya yang melimpah dibanding kejaksaan
dan KPK, kinerja kepolisian jauh-jauh lebih buruk. Kemudian, tidak juga
ditemukan adanya laporan penggunaan anggaran," sambungnya.
Kemudian, pada tahun ini KPK juga memperoleh nilai D dari ICW
dalam tren penindakan kasus korupsi. Bahkan KPK hanya memperoleh presentasi
kinerja sekitar 22% dari target yang mereka tentukan.
"Itu membawa KPK masuk ke dalam penilaian kategori D
atau buruk. Dan ini menunjukan bahwa KPK hanya mengerjakan rata-rata tiga kasus
tiap bulannya," ujar Laloli.
Sebagian besar penindakan kasus korupsi yang dilakukan oleh
KPK merupakan hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan pengembangan kasus. Laloli
mengatakan jika kinerja KPK dalam penindakan kasus korupsi terpengaruh oleh
adanya beberapa penyidik KPK yang dipecat akibat TWK.
"Karena berdasarkan catatan ICW dari 13 kasus yang
ditangani KPK di semester 1 tahun 2021, itu 5 kasus sebenarnya dikerjakan oleh
pegawai-pegawai KPK yang diberhentikan secara paksa oleh TWK. Hal tersebut
tentu menghambat proses penegakan hukum dan pengembangan perkara,"
jelasnya.
Selanjutnya, kinerja kejaksaan dalam penanganan kasus korupsi
turut menjadi perhatian oleh ICW. Meskipun masih ada fluktuasi dalam jumlah
kasus dan tersangka yang ditangani namun kejaksaan berhasil menyelematkan kerugian
negara jauh lebih besar dibanding tahun lalu.
Namun, meskipun meraih peningkatan bukan berarti kejaksaan
memperoleh nilai yang cukup baik dari ICW. Kejaksaan sendiri hanya berhasil
meraih predikat C dari ICW.
"Di semester 1 tahun 2021 kejaksaan menangani 151 kasus
dengan demikian ICW menilai bahwa kinerja kejaksaan dalam penindakan masuk ke
dalam nilai C," kata Laloli.
Kemudian, ICW juga berbicara terkait profesionalisme dalam
penindakan kasus yang dimiliki oleh pihak kejaksaan. ICW menilai jika sejumlah
kejaksaan tidak menangani kasis korupsi.
"Artinya Kejagung perlu lakukan evaluasi terhadap
kinerja setiap kejaksaan yang terbukti tidak perform. Di sisi lain ini juga
menjadi catatan penting, dalam kinerjanya kejaksaan masih minim dalam lakukan
pengembangan terhadap kasus yang ditanganinya salah satunya adalah kasus jaksa
Pinangki," ungkap Laloli.
"Meskipun kami juga memahami ada potensi konflik
kepentingan yang besar di situ tapi tentu saja kami menunggu kejaksaan secara
profesional menyelesaikan kasus jaksa Pinangki yang diduga kuat belum menjerat
aktor penting dalam kasus ini," sambungnya.
detikcom sudah berupaya menghubungi ketiga instansi
(Kejagung, Polri, KPK) mengenai rapor soal penindakan korupsi yang dikeluarkan
ICW ini. Namun hingga berita ini tayang, ketiga instansi tersebut belum
memberikan respons. (dtk)