SANCAnews – Presiden Jokowi sejak lama
menegaskan tidak setuju dengan wacana masa jabatan presiden maksimal tiga
periode.
Menurut Wakil Ketua MPR dari PKS Hidayat Nur Wahid menilai
isu tiga periode masa jabatan presiden sebenarnya sudah case closed, tapi tetap
ada yang menggorengnya.
"Menurut kami sudah case closed, tapi kan masih ada saja
yang mengompori untuk membuka hal itu. Kalau menurut saya case closed, menurut
Bang Fadjroel case closed, tapi yang mengompori ada saja," kata Hidayat
dalam diskusi bertajuk "Amandemen UUD 1945 Untuk Apa?" secara
virtual, Sabtu (11/9/2021).
Pimpinan MPR tidak memiliki agenda mengamandemen UUD 1945
yang menjadi dasar pengaturan masa jabatan presiden.
Lagipula amandemen UUD 1945 bukan domain pimpinan MPR,
melainkan anggota MPR. Pimpinan MPR domainnya menyelenggarakan paripurna sesuai
dengan legislasi yang berlaku, kata Hidayat.
"Jadi yang disampaikan bukan pimpinan MPR berkehendak,
atau pimpinan MPR mengusulkan, tapi mungkin Pak Bamsoet (Ketua MPR RI)
menyampaikan perkembangan yang terjadi di MPR di mana MPR melaksanakan amanah
MPR sebelumnya yang merekomendasikan melakukan kajian," ujarnya.
MPR periode sekarang melaksanakan amanah periode sebelumnya
yaitu kajian terkait sistem tata negara untuk menghadirkan Pokok-Pokok Haluan
Negara.
Kajian tersebut berjalan dengan tetap memperhatikan dua
fraksi yang tidak setuju dengan amandemen tapi setuju dengan adanya PPHN namun
tidak melalui amandemen melainkan melalui UU saja. Salah satu fraksi yang tidak
setuju yaitu PKS.
"Kajian itu dikelola di badan pengkajian di salah satu
alat kelengkapan MPR yang diketuai Pak Djarot Syaiful Hidayat di bawah
koordinasi Wakil Ketua MPR Pak Syarifuddin Hasan dan kemudian mereka laporkan
kajian itu ke pimpinan MPR dan saya kira laporan itu yang disampaikan oleh
ketua MPR kepada pak presiden di Istana Negara menyampaikan perkembangan
pelaksanaan rekomendasi MPR sebelumnya berupa kajian terhadap GBHN ini."
(suara)