SANCAnews – Hari Tani Nasional jangan hanya
menjadi seremonial tahunan bagi masyarakat petani. Tetapi, harus menjadi
pijakan perjuangan dalam mengentaskan konflik-konflik pertanahan atau agraria
di Indonesia.
Begitu ditegaskan begawan ekonomi Rizal Ramli dalam pidato
Peringatan Hari Tani Nasional di Villa Bukit Sentul, Bojong Koneng, Bogor, Jawa
Barat, Jumat (24/9).
"Kita harus bertekad agar tahun depan persoalan
pertanahan, konflik-konflik agraria secara nasional harus turun," tegas
Rizal Ramli.
Untuk itu, dikatakan Rizal, dari tempat yang bersejarah
tempat kegiatan digelar, dia menyampaikan tiga tuntutan kepada Menteri Agraria
dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Pertama, memaklumatkan moratorium nasional penggusuran rakyat
dari tanah yang dikelolanya, baik di sektor perkebunan, kehutanan,
pertambangan, pertanian, infrastruktur maupun properti.
Kedua, mengevaluasi, memeriksa dan mengaudit terhadap semua
izin peruntukan penggunaan tanah baik itu SIPPT, HGU, HGB, dll yang telah
diberikan, baik masa berlakukanya maupun cara mendapatkan izin-izin tersebut.
Ketiga, mewajibkan semua pemilik SIPPT, HGU, HGB, dan lainnya
untuk mengumumkan a) jenis dan nomer surat izin, b) luas wilayah yang diberikan
izin, c) peta atau denah lokasi lahan yang diizinkan dikelola, dan memasangnya
di atas plang (billboard) atau yang sejenisnya di tempat strategis agar diketahui
masyarakat, khususnya penduduk/pengelola lahan yang menjadi obyek surat izin
tersebut.
Dengan cara ini, diharapkan mantan Menko Ekuin era Presiden Abdurrachman Wahid atau Gus Dur ini, persoalan pertanahan menjadi lebih transparan. Lanjutnya, jika masyarakat setuju, dengan izin-izin tersebut bisa mempersiapkan diri secara lebih seksama.
Dengan cara itu, menurut Rizal, masyarakat tidak menjadi korban mafia tanah atau persekongkolan jahat antara pemilik modal dan para preman atau penguasa yang menyalahgunakan kekuasaannya untuk membela para pemilik modal, "Setuju?" tanya Rizal Ramli dijawab kompak setuju oleh masyarakat yang hadir. (rmol)