SANCAnews – Polemik pegawai KPK yang tak lolos
TWK memunculkan dua kekuatan mahasiswa. Ada BEM SI vs BEM Nusantara yang adu
argumen. Lantas siapa yang lebih kuat?
Sebelumnya, Presiden Jokowi diultimatum mengangkat kembali
Novel Baswedan sekaligus membatalkan hasil tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai
KPK.
Presiden Jokowi hanya diberi waktu 3×24 jam untuk
memenuhinya. Tuntutan itu disampaikan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh
Indonesia (BEM SI) dan Gerakan Selamatkan KPK (Gasak).
Tuntutan BEM SI dan Gasak itu disampaikan melalui surat yang
ditujukan kepada Presiden Jokowi, pada Kamis (23/9/2021). Jika tidak, BEM SI dan
Gasak akan turun ke jalan dengan menggelar aksi besar-besaran.
“Jika Bapak masih saja diam, maka kami bersama elemen rakyat
akan turun ke jalan menyampaikan aspirasi yang rasional untuk Bapak
realisasikan,” bunyi surat tersebut.
Menurut BEM SI dan Gasak, sejatinya ada sejumlah alasan yang
bisa menjadi dasar bagi Presiden Jokowi untuk turun tangan langsung. Di
antaranya, karena KPK dilemahkan secara terstruktur, sistematis, dan masif
melalui revisi Undang-undang.
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara beda lagi. Mereka
jsutru meminta agar seluruh pihak menghentikan polemik pegawai KPK yang tidak
lolos TWK.
Koordinator Pusat (Korpus) BEM Nusantara Dimas Prayoga
mengatakan, para pegawai KPK yang dinyatakan tak lolos dalam TWK untuk
menghormati semua proses hukum yang telah berjalan.
Ada proses di MK dan MA soal TWK sebagai proses alih status
pegawai KPK menjadi ASN.
“Kami berharap dan percaya MK dan MA telah memberikan putusan
yang seadil-adilnya. Saya juga meminta KPK untuk mempercepat pelaksanaan putusan
MK,” katanya, Sabtu (25/9/2021).
Ada empati yang diperlihatkan. Semua ditujukan ke puluhan
pegawai KPK yang dipecat, termasuk juga di dalamnya penyidik senior, Novel
Baswedan.
“Setiap keputusan yang diambil oleh panitia penyelenggara TWK
adalah pilihan yang terbaik. Tolong dihormati dan jangan memprovokasi
masyarakat,” sebut Dimas.
Soal rencana aksi demo besar-besaran BEM SI dan Gasak, Dimas
menilai itu adalah langkah kontra produktif.
“Kita dari BEM Nusantara fokus terhadap herd immunity secara
serentak. Kami fokus pada pemilihan ekonomi di Indonesia,” sebutnya.
Lebih lanjut, Dimas meminta kepada semua elemen masyarakat
untuk tidak percaya kepada sekelompok orang yang membentuk opini pelemahan KPK.
Hal ini dinilai sangat berbahaya karena bisa menghambat pemberantasan korupsi.
“Jangan percaya bahwa ini pelemahan atau niat jahat
menghambat pemberantasan korupsi. Jangan pernah meragukan KPK hanya karena
orang-orang tertentu tak lagi di sana,” ujar Dimas. (genpi)