SANCAnews – Wacana amandemen UUD 1945 dengan agenda memperpanjang
kekuasaan Presiden terus mengemuka.
Pakar politik UGM, Mada Sukmajati, tegas menyebut wacana itu
tak ubahnya dengan tabiat politik Orde Baru dalam memandang kekuasaan.
"Kalau (amandemen) memperpanjang periode presiden untuk
tiga periode itu tidak ada urgensinya," tegas Mada Sukmajati saat
dihubungi wartawan, Kamis (2/9/2021).
Dosen Fisipol UGM itu memaparkan amandemen konstitusi hanya
perlu dilakukan ketika ada banyak hal yang harus diubah. Dikatakannya,
konstitusi Indonesia bermuara ke Pembukaan UUD 45 sehingga rumusan dalam
pasal-pasal konstitusi harus diarahkan pada tujuan berbangsa dan bernegara.
"Termasuk soal isu tiga periode itu tidak ada urgensi
untuk itu. Karena sekarang ada banyak partai politik yang salah satu fungsinya
rekruitmen politik," tegasnya.
"Yang harus diamandemen parpolnya bukan UUD 45, yang
direformasi ya parpolnya sehingga bisa melakukan proses rekruitmen dengan baik
dan benar bukan dengan jalan pintas mengamandemen UUD 45," lanjutnya.
Mada menegaskan jika amandemen dipaksakan hanya untuk
melayani kepentingan segelintir orang bisa berdampak pada gonjang-ganjing
politik di Indonesia dan tuntutan untuk reformasi bisa kembali terulang.
"Jadi tidak menyelesaikan masalah, justru bisa
melahirkan masalah baru kalau amandemennya hanya untuk pasal kepentingan
memperpanjang periode jabatan," tambahnya.
Ia juga mengingatkan, pembatasan masa jabatan presiden selama
dua periode juga untuk membatasi kekuasaan. Agar periode kelam Orde Baru tak
terulang kembali.
"Pembatasan masa jabatan dua periode ini dulu
semangatnya untuk membatasi kekuasaan karena trauma kita pada Orde Baru karena
tidak ada pembatasan kekuasaan. Kok ini malah tiga periode kurang perpanjang lagi
jadi empat, sama saja dengan Orde Baru dulu. Jadi nggak berbeda,"
tegasnya.
Ia pun mempertanyakan fungsi parpol yang harusnya bisa
melakukan rekrutmen politik untuk memunculkan pemimpin baru.
"Ini seperti nggak ada alternatif pemimpin yang baik saja. Ini sangat melecehkan kita sebagai sebuah bangsa dan negara," pungkasnya. (dtk)