SANCAnews – Kejadian penangkapan kepada elemen masyarakat
kembali terjadi. Kali ini, saat kunjungan kerja Presiden Joko Widodo ke Kota
Solo, Jawa Tengah, Senin (13/9).
Penangkapan dilakukan aparat kepada 10 mahasiswa Universitas
Sebelas Maret (UNS) yang menyampaikan aspirasinya dengan menggunakan poster,
tepatnya saat Jokowi beranjak masuk ke Kompleks Kampus UNS di Jalan Ir Sutami,
Solo.
Hampir sama seperti kejadian yang dialami pria peternak
unggas di Blitar, para mahasiswa juga ditangkap usai Jokowi melintas dihadapan
mereka yang memegang poster berisikan permohonan agar Jokowi menyelesaikan sejumlah
persoalan bangsa.
Kejadian ini pun teurut disoroti Direktur Eksekutif Indonesia
Future Studies, Gde Siriana Yusuf. Dia menyayangkan aksi penangkapan terhadap
masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasinya kepada pejabat negara.
"Kenapa mesti ditangkap? Mahasiswa kan sekedar tagih
janji-janji Jokowi," ujar Gde Siriana kepada Kantor Berita Politik RMOL,
Senin (13/9).
Persoalan penagkapan dan kebebsan menyampaikan aspirasi,
menurut Gde Siriana, seharusnya disikapi secara bijak oleh seorang Kepala
Negara dan juga aparatur pemerintahan.
"Kalau memang enggak mau dibilang King of Lips Service
mestinya direspon," tukasnya.
Apabila kejadian serupa terus terjadi dalam sistem
pemerintahan yang demokratis, Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan
Indonesia (KAMI) ini menduga, fungsi kontrol ublik akan hilang, dan
pemerintahan akan berjalan stagnan tanpa adanya kemajuan.
"Sehingga kapan mau dituntaskan janji-janji kampanye
dulu. Ini mahasiswa jadi serba disalahkan terus. Kritik salah, nuntut janji
salah, demo salah," ucapnya.
Maka dari itu, Gde Siriana mengajak semua pihak untuk
meresapi kejadian penangkapan mahasiswa UNS ini, yang akhirnya bisa diketahui
sistem pemerintahan yang saat ini sedang berjalan.
"Jadi maunya rezim ini apa sebenarnya? Tinggal kita cek
sama-sama, apakah negeri ini demokratis atau otoriter? Silahkan diuji dengan
indikator-indikator demokrasi," demikian Gde Siriana. [ ]