SANCAnews – Tim Penyidik Direktorat Tindak
Pidana Siber Bareskrim Polri telah menetapkan Ustaz Yahya Waloni sebagai
tersangka kasus penistaan agama. Yahya ditangkap di Perumahan Permata Klaster
Dragon, Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 26 Agustus 2021.
“Sudah (tersangka),” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat
Divisi Humas Polri, Brigjen Rusdi Hartono di Mabes Polri pada Jumat, 27 Agustus
2021.
Atas perbuatannya, kata dia, Ustaz Yahya Waloni
dipersangkakan Pasal 28 Ayat (2) juncto Pasal 45a Ayat (2) Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), di mana dalam pasal tersebut
diatur dengan sengaja dan tidak sah menyebarkan informasi akan menyebabkan
permusuhan kebencian berdasarkan SARA.
“Selain itu, disangkakan Pasal 156a KUHP. Itu melakukan
penodaan terhadap agama tertentu,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Tim Direktorat Tindak Pidana Siber
Bareskrim Polri menangkap Ustaz Yahya Waloni di rumahnya kawasan Cibubur pada
Kamis, 26 Agustus 2021. Yahya ditangkap terkait dugaan kasus penodaan agama.
“Iya betul (ditangkap) tadi sore sekitar jam 17.00 WIB di
rumahnya," kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono
saat dihubungi wartawan.
Menurut dia, Yahya Waloni ditangkap tanpa ada perlawanan oleh
petugas. “Kooperatif,” jelas dia.
Sementara Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas
Polri, Brigjen Rusdi Hartono mengatakan Yahya ditangkap terkait kasus dugaan
penodaan agama. "(Ditangkap terkait) penodaan agama," ujarnya.
Diketahui, Yahya Waloni pernah dilaporkan ke Bareskrim oleh
komunitas Masyarakat Cinta Pluralisme soal dugaan penistaan agama terhadap
Injil. Yahya Waloni dinilai menista agama dalam ceramah yang menyebut Bible itu
palsu.
Laporan tertuang dalam Laporan Polisi (LP) Nomor:
LP/B/0287/IV/2021/ BARESKRIM. Yahya dilaporkan dengan dugaan kebencian atau
permusuhan individu dan/atau antargolongan (SARA) pada Selasa, 27 April.
Yahya dilaporkan bersama pemilik akun YouTube Tri Datu. Dalam
video ceramah itu, Yahya menyampaikan bahwa Bible tak hanya fiktif, tapi juga
palsu.
Mereka disangkakan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 45A juncto Pasal 28 Ayat (2) dan/atau Pasal 156a KUHP. (viva)