SANCAnews – Habib Rizieq Syihab (HRS) Center
menyatakan sikap keberatan atas putusan pengadilan yang dinilai tidak
mengindahkan hukum yang berlaku.
Pasalnya, HRS sudah harus dibebaskan lantaran Surat Penahanan
Habib Rizieq Syihab pada perkara RS UMMI, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah
mengeluarkan SK Nomor: 225/Pid.Sus/2021 PN.Jkt telah menimbulkan permasalahan
hukum yang substansial dan fundamental.
Demikian disampaikan Direktur HRS Center Abdul Chair Ramadhan
dalam jumpa pers virtual pada Kamis sore (12/8).
"Bahwa Surat Penetapan Perintah Penahanan Nomor:
1831/Pen.Pid 2021/PT DKI tertanggal 5 Agustus 2021 yang ditandatangani oleh
Wakil Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menimbulkan ketidakpastian hukum dan
merugikan hak-hak asasi Habib Rizieq Syihab. Berdasarkan ketentuan Pasal 27
ayat (1) KUHAP yang berhak menahan adalah Hakim Pengadilan Tinggi guna
kepentingan pemeriksaan banding," kata Chair Ramadhan.
Namun, menurutnya, pada saat Surat Penetapan a quo
diterbitkan, ternyata Majelis Hakim banding belum terbentuk. Sehingga,
penahanan HRS harus pula didasarkan atas perintah penahanan dari Pengadilan
Negeri.
"Sepanjang tidak ada perintah penahanan tersebut, maka
terdakwa harus dibebaskan dari tahanan," tegasnya.
Adapun, terkait dalam butir pertimbangan Hakim menyebutkan;
Menimbang, bahwa oleh karena masa penahanan Terdakwa Moh. Rizieq bin Sayyid
Husein Shihab alias Habib Muhammad Rizieq Syihab dalam perkara Nomor:
221/Pid.Sus/2021/PN Jkt Tim Jo Nomor: 171/PdSus/2021/PT DKI akan berakhir pada
tanggal 25 Agustus 2021.
Kata Chair Ramadhan, putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi
DKI Jakarta atas perkara tersebut menguatkan dengan hukuman 8 (delapan) bulan
dan masa penahanan berdasarkan putusan tersebut berakhir pada tanggal 8 Agustus
2021.
"Maka untuk itu dipandang perlu untuk melakukan
penahanan terhadap Terdakwa Moh. Rizieq bin Sayyid Husein Shihab alias Habib
Muhammad Rizieq Syihab dalam perkara Nomor: 225/Pid.Sus 2021/PN Jkt Tim,"
tuturnya.
Apabila pertimbangan tersebut ditafsirkan terhadap penahanan
pada perkara Prokes Petamburan dijadikan sebagai dasar perpanjangan penahanan
untuk perkara RS UMMI. Maka, ini dapat dilihat dari masa penahanan yang
berakhir pada tanggal 8 Agustus 2021 disambung dengan perintah penahanan
terhitung sejak tanggal 9 Agustus 2021 untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.
Dengan kata lain Penetapan Perintah Penahanan tersebut
mendasarkan pada perkara Prokes Petamburan.
Bahwa dalam perkara RS UMMI, Habib Rizieq Syihab dari
semenjak tahap penyidikan sampai dengan pemeriksaan di sidang pengadilan tidak
pernah dilakukan penahanan. Pengadilan dalam perkara a quo juga tidak
memerintahkan penahanan.
"Oleh karena itu tidak dapat dibenarkan perpanjangan
penahanan menggunakan perkara yang lain (in casu perkara Prokes
Petamburan)," tegasnya.
Selain itu, mengenai Surat Penetapan Perintah Penahanan
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tidak dapat diterima sebagai suatu kenyataan
hukum yang pasti.
Dalam pandangan Chair Ramadhan, Surat Penetapan Perintah
Penahanan tersebut "batal demi hukum" dan oleh karenanya tidak dapat
ditindaklanjuti.
Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka kami
mendukung berbagai upaya hukum guna pemenuhan kepastian hukum dan hak-hak asasi
Habib Rizieq Syihab dalam rangka pembebasannya dari penahanan.
"Dengan demikian, status tahanan tidak lagi melekat pada
diri yang bersangkutan (HSR)," pungkasnya. (rmol)