SANCAnews – Kemunculan wacana pemilihan
presiden 2027 membuat para aktivis geram. Salah satunya Ketua Majelis Jaringan
Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule.
Baginya, penundaan Pilpres 2027 sama saja mewacanakan agar
Presiden Joko Widodo memperpanjang masa jabatan hingga melebihi masa jabatannya
di tahun 2024.
Dengan kata lain, wacana ini sama saja menunjukkan negara
memang sedang sakit dalam pikirannya. Sebab, selalu melanggar konstitusi yang
seharusnya menyehatkan dan memakmurkan rakyat.
“Bagaimana rakyat mau sehat, jika negara sakit? Aturan dan
konstitusi yang buat sehat dan makmur tak dijalankan secara baik dan
sepenuhnya,” tutur Iwan Sumule saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu, Minggu (15/8).
Iwan Sumule lantas mengurai sejumlah kebijakan yang “sakit”
selama ini. Salah satunya penerbitan Perppu 1/2020 yang kemudian disahkan
menjadi UU 2/2020 tentang Corona. Di mana pengelolaan keuangan negara menjadi
tidak terawasi dan pejabat yang mengelola mendapat kekebalan.
Buntutnya, ribuan triliun rupiah yang digelontorkan untuk
mengatasi pandemi dalam setahun lebih ini menjadi tidak efektif. Covid-19 masih
tinggi sementara rakyat juga masih dalam hidup yang susah.
“Jadi tidak hanya negara yang sedang sakit, pemimpin negara
pun sakit. Konstitusi dilanggar!” tutupnya.
Perubahan skema pemilu DPR, DPD dan Presiden yang semestinya
dilakukan pada 2024 ditunda ke 2027 sempat beredar di media sosial. Namun
demikian, Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa membantah kabar itu.
“Enggak ada, pemilu tetap dilaksanakan tahun 2024,” katanya,
Sabtu (14/8).
Sementara itu, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham
Saputra meluruskan bahwa yang beredar sebenarnya adalah wacana Pemilu 2024
diundur ke tahun 2027. Dalam wacana ini, yang diundur adalah gelaran Pilkada
Serentak. Adapun Pilpres dan Pileg tetap digelar tahun 2024.
"Itu menurut yang saya dengar pada wacana revisi UU
Pemilu dan Pilkada," lanjut dia.
Terlepas dari itu, Ilham Saputra memastikan usulan tersebut
bukan berasal dari KPU. []