SANCAnews – Ekonom senior, Rizal Ramli memuji Pakar Hukum
Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra yang mengkritik kebijakan Pemerintahan Joko
Widodo (Jokowi) dalam menangani pandemi Covid-19.
“Wow. Assesmen Yusril ini serius,” katanya melalui akun
Twitter RamliRizal pada Minggu, 1 Agustus 2021.
“Sudah lama ngilang begitu nongol, Yusril langsung mau
nendang penalti,” tambahnya.
Sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra memberi pandangannya soal
mengapa tingkat penularan Covid-19 belum menurun.
Ia menilai bahwa salah satu faktor yang membuat pandemi belum
membaik adalah karena kebijakan yang berubah-ubah.
Seperti diketahui, kebijakan Pemerintahan Jokowi beberapa
kali mengalami pergantian dengan istilah yang bebeda-beda, mulai dari PSBB,
PPKM Darurat, hingga PPKM level 3-4.
“Saya berpendapat, ya, agak terlambat karena sudah lebih 1,5
tahun menyatakan darurat kesehatan berganti-ganti kebijakan,” ujarnya dalam
webinar yang digelar IDI pada Sabtu, 31 Juli 20210 dilansir dari Law Justice.
“Orang dan rumusan-rumusan hukum juga tidak selalu jelas, dan
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan menimbulkan pertanyaan, apakah pure
pelanggaran atau ada unsur politik,” tambahnya.
Yusri berpandangan bahwa kebijakan dan masalah di atas
memberikan citra yang kurang positif kepada pemerintah, “Karena ada anggapan
orang tertentu yang kena, tebang pilih,” ungkapnya.
Yusril menilai bahwa pemerintah harus menemukan rumusan yang
tepat dalam penanganan Covid-19, termasuk soal landasan hukum. Ia mengingatkan
bahwa jika Pemerintah salah langkah, maka korban Covid-19 bisa terus
berjatuhan.
“Enggak ada yang menjamin kesehatan kita sekarang. Salah
kebijakan bisa mati massal, dan kalau mati massal itu bisa genocide (genosida
-red) juga karena pembunuhan bersifat massal,” jelasnya.
Lebih lanjut, Yusril mengatakan bahwa landasan hukum
Pemerintah dalam penanganan Covid-19 masih bermasalah. Ia mencontohkan PPKM
level 3-4 yang hanya diatur melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Begitu pula terlibatnya Menteri BUMN, Erick Thohir dan Menko
Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan dalam penanganan Covid-19 yang
dinilai tak sesuai tugas.
“Kalau legitimasi dipertanyakan, orang memberi instruksi juga
gimana, ya, tarik ulur, mundur maju mundur maju,” kata Yusril.
Oleh karenanya, Yusril menilai bahwa pemerintah perlu
merapikan instrumen hukum dalam menangani pandemi, termasuk melibatkan
dokter-dokter ketika mengambil kebijakan.
“Dokter orang yang profesional tidak bisa diabaikan. Suara
mereka ini harus menjadi pertimbangan utama dalam menangani urusan pandemi,”
tandasnya. (terkini)