SANCAnews – Aksi pembagian sembako Presiden
Joko Widodo yang menimbulkan kerumunan massa di kawasan Grogol, Jakarta Barat
patut diduga sebagai bentuk sabotase agar kasus Covid-19 di Jakarta kembali
naik.
"Sudah waktunya Jokowi dituntut secara hukum melanggar
peraturan pembatasan kerumunan. Tuduhan kriminal juga: menyabotase kebijakan
Pemprov DKI Jakarta dan dengan sengaja berusaha membunuh rakyat," kata
mantan anggota TGUPP DKI Jakarta, Marco Kusumawijaya dikutip redaksi dari akun
Twitternya, Jumat (13/8).
Tentu tindakan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Perlu
ada langkah tegas kepada presiden yang terbukti telah menimbulkan kerumunan di
tengah upaya pemerintah melakukan pembatasan kegiatan masyarakat melalui PPKM
Level 4.
Kalau elite dan rakyat masih membiarkan Jokowi berkelakuan
bikin kerumunan menyabotase keadaan yang justru sedang membaik di Jakarta ini,
maka akan jadi dosa kolektif. Praktis, ini akan jadi contoh buruk bagi
masyarakat," sambungnya.
"Kalau mau teori jahat: Jokowi ini sengaja mengajak
rakyat Jakarta tidak patuh prokes Pemprov DKI supaya naik lagi kasus. Kalau
teori psikologi sederhana: atau dia sakit narsis atau IQ rendah,"
tandasnya.
Presiden Joko Widodo sebelumnya melakukan pembagian sembako
di Terminal Grogol, Jakarta pada Selasa lalu (10/8). Saat itu, presiden memilih
tidak turun dari mobil. Sementara warga diminta petugas untuk membuat antrean
dan kemudian bantuan yang diambil petugas lewat kaca jendela mobil minibus
diserahkan.
Mulanya antrean berjalan tertib dan warga berjaga jarak. Tapi
setelah Jokowi meninggalkan lokasi, antrean menjadi tidak kondusif. Tidak hanya
tampak kerumunan yang tanpa jarak, mereka juga berdesak-desakan untuk mendapat
bingkisan presiden. (rmol)