SANCAnews – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) Abraham Samad tak menginginkan, lembaga yang pernah dipimpinnya
itu akan punah seperti dinosaurus. Dia menegaskan, sampai kapan pun KPK harus
menjadi lembaga penegak hukum yang dipercaya publik dalam melakukan
pemberantasan korupsi.
“Saya tidak heran KPK sekarang ini sudah hilang, seperti dinosaurus,
binatang yang langka dan punah,” kata Samad dalam diskusi daring, Minggu
(29/8).
Samad menjelaskan, masyarakat harus tetap bersatu untuk
menjaga keberadaan KPK. Dia tak memungkiri, KPK secara kelembagaan sebelum
adanya revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 perubahan atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, merupakan lembaga yang memiliki budaya
organisasi yang sangat kuat.
Samat juga mencontohkan, sewaktu masih menjabat sebagai Ketua
KPK pernah disodorkan surat keputusan (SK) pemberhentian pegawai. Saat itu
menduga, SK tersebut merupakan pegawai yang menerima suap, tetapi justru hanya
melanggar yang bersifat privasi.
“Setelah saya periksa SK itu untuk diberhentikan orang ini
hanya melakukan pelanggaran sifatnya privat, dia melakukan perselingkuhan
pacaran dengan orang yang ada bukan di KPK, tapi di lembaga lain. Ini yang
disebut zero tolerance, sehingga pelanggaran yang sifatnya privat bisa
diberikan sanksi pemberhentian. Kalau dilembaga lain mungkin itu hanya SP1,”
papar Samad.
Samad juga tak memungkiri, setelah adanya revisi UU KPK bukan
hanya kewenangannya saja yang diubah, tetapi budaya organisasi juga dirusak
dengan alih status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui asesmen
Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Dia lantas meminta KPK yang kini dikomandoi Firli
Bahuri untuk melaksanakan rekomendasi Ombudsman Republik Indonesia (ORI) dan
Komnas HAM.
Sebab Ombudsman telah menyatakan asesmen TWK
malaadministrasi. Hal ini juga ditekankan oleh Komnas HAM, yang menyebut
terdapat 11 pelanggaran HAM dalam TWK.
“Seharusnya dengan adanya rekomendasi dari Komnas HAM dan
Ombudsman yang menyatakan merekomendasikan secara tertulis, bukan tersirat,
disitu ada pelanggaran berkaitan TWK berkaitan dengan pemberhentian pegawai
KPK. Maka seharusnya KPK sebagai rumpun eksekutif melakukan rekomenfasi itu,
kalau KPK ini ingin baik kembali seperti semula,” ujar Samad.
Dia sangat menyesalkan jika Firli Bahuri Cs tak mengindahkan
rekomendasi Ombudsman RI dan Komnas HAM. Menurutnya, memang Firli Bahuri Cs
yang menginginkan KPK hancur.
“Kalau tidak patuh, bisa disimpulkan pimpinan KPK ini yang
meruntuhkan. Kita simpulkan berarti yang tidak menginginkan KPK seperti dulu
lagi, yang kuat pemberantasan korupsi,” tegas Samad.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron telah menegaskan,
pihaknya masih akan menunggu putusan Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah
Konstitusi (MK) dalam menyikapi polemik 57 pegawai KPK yang gagal asesmes tes
wawasan kebangsaan (TWK). Sebab 57 orang tersebut hingga kini nasibnya
terkatung-katung, karena belum dilantik sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Sampai ada putusan yang mengikat (pedoman) kami adalah Pasal
69 c Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 yang memandatkan peralihan status
pegawai KPK menjadi ASN itu dilaksanakan dalam waktu paling lambat, jadi lebih
cepat lebih bagus, tapi waktu batasnya adalah dua tahun,” tegas Nurul Ghufron
di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat
(20/8).
“Apakah kemudian kalau ada hasil yang berbeda berdasarkan
putusan MA maupun MK tentu kami akan mengikuti,” imbuhnya.
KPK sebagai lembaga penegak hukum, lanjut Ghufron, akan patuh
dan taat kepada aturan hukum. Sehingga dalam polemik alih status pegawai
menjadi ASN, sampai saat ini KPK masih menunggu putusan MA dan MK.
“Sebagaimana kami tegaskan KPK itu penegak hukum menjalankan
perintah hukum. Kalau ada hasil yang berbeda berdasarkan putusan MA maupun MK
tentu kami akan mengikuti,” klaim Ghufron menandaskan. (fajar)