SANCAnews – Juita Lydia Tiwa (30), warga asal Desa Motoling
Dua, Kecamatan Motoling, Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel), meninggal dunia,
10 hari setelah divaksin. Juita, ibu dua orang anak ini meninggal pada Minggu
(18/7), setelah sebelumnya mengalami demam, sakit kepala dan mual.
Keluarga meyakini, Juita meninggal karena suntikan vaksin
corona yang didapatkannya. Hal ini merujuk dari kondisi Juita yang awalnya
sehat, tiba-tiba langsung mengalami sakit setelah mendapatkan suntikan vaksin
tersebut.
Michael Sigarlaki, suami Juita mengaku gejala awal yang
didapatkan istrinya usai divaksin adalah demam. Setelah demam, istri yang
dinikahinya selama tujuh tahun itu, juga mengalami sakit kepala dan mual-mual.
"Awalnya seperti anjuran setelah selesai vaksin, kami
beri obat, tapi tak kunjung mereda gejalanya. Setelah empat hari, saya bawa ke
Puskesmas Motoling untuk mendapatkan pemeriksaan," kata Michael.
Menurut Michael, petugas Puskesmas kemudian memberikan obat
untuk diminum, serta meminta agar Juita beristirahat total sembari makan yang
banyak untuk memulihkan kondisinya. Saat dibawa ke Puskesmas itu, Michael
sempat merasa aneh, karena tidak ada tindakan untuk merujuk istrinya ke rumah
sakit, padahal waktu itu tensi darah istrinya ada di angka 70 per 40.
Lanjut dikatakan Michael, kondisi istrinya tidak berubah
setelah dari Puskesmas tersebut. Sabtu (17/7), akhirnya istrinya kembali dibawa
ke Puskesmas oleh saudaranya. Tapi, lagi-lagi dari Puskesmas tidak ada tindakan
lanjutan dan hanya diberikan vitamin.
"Puncaknya, Minggu (18/7), istri saya kembali drop. Saya
langsung bawa ke Rumah Sakit Cantia di Desa Tompaso Baru. Tapi, setelah
diobservasi, HB istri saya tinggal 2,4, sehingga langsung dirujuk ke RSUP Prof
Kandouw di Manado. Tapi, istri saya meninggal saat dalam perjalanan itu,"
kata Michael.
Michael sendiri mengaku merupakan orang yang sangat mendukung
kegiatan vaksinasi COVID-19 yang dilakukan oleh pemerintah saat ini. Namun,
dirinya mengaku ada penyesalan, karena pemerintah dan pihak-pihak terkait,
tidak responsif dan tidak memberikan pemahaman kepada warga, terkait dengan
dampak yang bisa terjadi usai vaksin, termasuk tempat konsultasi.
"Saya berharap kejadian yang menimpa istri saya itu
tidak terjadi di tempat-tempat lain. Harusnya pemerintah taruh orang atau
tenaga yang bisa diajak konsultasi kalau ada gejala seperti yang terjadi pada
istri saya. Terus terang, saya bingung mau bertanya di mana, atau pergi ke
siapa, ketika istri saya timbul gejala, karena memang tidak ada tenaga yang
disiapkan untuk itu. Ini harusnya jadi pembelajaran," kata Michael
kembali.
Sementara, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Sulawesi
Utara, mengaku belum mengetahui kasus warga Minsel meninggal usai divaksin.
Merry Pasorong, anggota Satgas, mengatakan jika ada Kejadian Ikutan Pasca
Imunisasi (KIPI), prosedurnya adalah harus ada laporan yang berisi data yang
valid dari lapangan.
"Dalam pelaksanaan vaksinasi, baik Imunisasi Rutin
maupun vaksinasi COVID-19, semua bentuk keadaan yang terjadi pascavaksin,
prosedur adalah harus ada laporan yang berisi data yang valid dari
lapangan," kata Merry.
Lanjut dikatakan Merry, perlu waktu untuk melakukan
investigas jika ada kejadian-kejadian, "Nanti kemudian ditelaah oleh
ahli," kata Merry kembali. (kumparan)