SANCAnews – Zaman orde baru memang diamini rezim otoriter, hanya sedikit ruang yang disisakan untuk bersuara apalagi tempat bagi pengkritik pemerintah, nyaris tidak ada.

 

Namun menurut Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti, perlakuan rezim orde baru tidak lebih buruk perlakuannya dengan dengan rezim saat ini.

 

Saat Orde baru, kata Ray, para pengkritik hanya dicokok penguasa lalu dipenjara. Terkadang melalui peradilan yang serius maupun ecek-ecek ataupun tidak sama sekali melaui peradilan.

 

"Tetapi harkat dan martabat kita itu tidak pernah diobok-obok. Sekarang (rezim saat ini) dua-duanya bisa dapat (penjara dan harkat dan martabatnya dijatuhkan)," kata Ray Rangkuti saat menjadi pembicara program Tanya Jawab Cak Ulung bertajuk “PDIP dan 25 Tahun Tragedi 27 Juli” yang diselenggarakan Kantor Berita Politik RMOL secara daring, Kamis (29/7).

 

Ia memberikan contoh perlakukan pengkritik pemerintah dengan Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat. Keduanya divonis berat hingga mendapat sanksi sosial, belum lagi mantan Sekretaris Umum (Sekum) FPI Munarman yang ditetapkan tersangka atas dugaan melakukan aksi terorisme justru dimunculkan dengan perselingkuhan.

 

"Itu yang saya maksud. Bahwa kita tidak pernah alami pada zaman Orde Baru. Harkat dan martabat kita gak dijatuhkan," tandas Ray Rangkuti.

 

Bahkan dimasa rezim Orde Baru, Ray yang juga merupakan aktivis merasa ada nilai saat  dicari-cari oleh aparat keamanan karena melakukan kritik.

 

"Kalau kita keluar penjara misalkan, kita akan jadi tokoh di mata masyarakat. Sekarang tidak, kamu dikulitin habis-habisan yang gak ada hubungannya sama sekali dengan kasus yang menjeratnya," demkian Ray Rangkuti. []


Label:

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.