SANCAnews – Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy
Studies (CENTRIS) meminta Indonesia dan negara-negara internasional mendesak
China untuk bertanggung jawab atas semakin mewabahnya COVID-19 di dunia yang
dampaknya sangat merugikan umat manusia.
Merujuk pada hasil laporan dan kajian Human Right Watch,
otoritarianisme pemerintah China sejak awal menutup informasi virus corona yang
pertama kali terjadi di provinsi Wuhan ke masyarakat dunia.
Bukannya membagi informasi awal mengenai virus mematikan ini,
pemerintah China malah mengintimidasi dokter, ilmuwan, jurnalis dan praktisi
hukum yang mengungkap keberadaan virus corona yang akhirnya menyebar luas ke
hampir seluruh negara dibelahan dunia.
Tidak hanya itu, setelah lebih dari 120 negara mendukung
resolusi di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) agar melakukan penyelidikan
independen, Beijing hanya mengizinkan tim WHO untuk mengunjungi negaranya
kecuali wilayah Wuhan, kota asal muasal virus corona.
“Respons China menahan informasi ke publik di mana kasus
infeksi yang tidak dilaporkan dan mengabaikan kemungkinan penularan antar
manusia, adalah pemicu pandemi COVID-19 di dunia saat ini,” kata peneliti
CENTRIS, AB Solissa, kepada wartawan, Senin, 5 Juli 2021.
Solissa menilai sikap China ini menyebabkan tragedi
kemanusiaan semakin meluas dunia termasuk di Indonesia, yang saat ini tengah
menghadapi hantaman gelombang kedua pandemi COVID-19.
Pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo terpaksa
mengeluarkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM)
Darurat di seluruh wilyah Jawa dan Bali untuk menekan penyebaran COVID-19 yang
semakin meningkat setiap harinya.
Dia mengatakan adagium Salus Populi Suprema Lex Eston,
keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi, yang menjadi pedoman dasar Presiden
Joko Widodo melindungi masyarakat, sangat tepat untuk mengurangi angka kematian
rakyat Indonesia akibat COVID-19 dan menekan angka sebaran virus mematikan asal
China ini.
“Coba lihat berita di media massa nasional atau situs resmi
Satgas COVID-19, setiap hari banyak (rakyat) yang meninggal gara-gara COVID-19.
Angka kasus COVID-19 tiap hari semakin tinggi. Belum lagi ekonomi kita
diprediksi tidak akan bertahan di masa pandemi ini, China harus bertanggung
jawab,” kata AB Solissa.
Dia menilai masyarakat dunia termasuk Indonesia dapat meniru
langkah beberapa negara dunia seperti Amerika Serikat, Eropa termasuk Australia
yang mengajukan gugatan hukum seperti muncul di Florida, AS, yang menuntut
Pemerintah China untuk memberikan ganti-rugi terkait dengan penyebaran
COVID-19.
Gugatan class-action yang didukung ribuan warga AS yang
ditangani sebuah firma hukum, menuntut ganti-rugi miliaran dolar bagi para
korban COVID-19 akibat kelalaian China.
Mereka menyebut China telah gagal mencegah penyebaran
COVID-19 sehingga kini menimbulkan masalah di seluruh dunia padahal otoritas
Tiongkok sebenarnya memiliki kemampuan untuk menghentikan penyebaran virus ini
di tahap awal.
Firma hukum ini bertekad untuk memperjuangkan hak-hak rakyat
dan pengusaha di Florida serta di AS yang kini sakit hingga meninggal dunia
atau harus merawat orang sakit, mengalami kesulitan keuangan, dan terpaksa
mengalami kepanikan, pembatasan sosial dan isolas akibat COVID-19.
Meski China telah memberikan Vaksin Sinovac gratis ke
Indonesia, Solissa menilai pemerintah negeri tirai bambu tersebut seharusnya
memberikan bantuan lebih sebagai bentuk tanggung jawab mereka terkait
mewabahnya COVID-19 di Indonesia.
“Perlu dicatat, kami menilai pemberian Vaksin Sinovac bagi
Indonesia merupakan kewajiban, bukan bantuan. China seyogianya lebih
bertanggung jawab atas situasi dan kondisi tanah air saat ini. Kita percaya
lobi-lobi pemerintah kita akan membuat China lebih bertanggung jawab,” tutur AB
Solissa. (*)