SANCAnews – Aksi polisi menangkap seorang mahasiswa aktivis
HMI di Kota Ambon, Risman Soulissa karena menyerukan demo pencoptan Presiden
Joko Widodo, dinilai kurang tepat.
Salah satu tim kuasa hukum tersangka, Firdaus Arey
menganggap, polisi sangat arogan karena melakukan penangkapan tidak sesuai
prosedur hukum yang berlaku.
“Klien kami ditangkap seperti seorang teroris. Tidak ada
surat penangkapan, nanti setelah klien kami tiba di Polresta barulah disodorkan
surat penangkapan,” kata Firdaus kepada Kompas.com via telepon seluler, Senin
malam (26/7/2021).
Saat penangkapan terjadi, Risman bahkan tidak sempat memakai alas kakinya. Dia langsung dinaikan ke atas mobil dan langsung dibawa ke Polresta Pulau Ambon.
Menurut Firdaus, sesuai prosedur, sebelum melakukan
penangkapan, polisi seharusnya membawa dan menunjukkan surat perintah
penangkapan.
“Ini kan delik aduan, harusnya setelah pihak yang merasa
dirugikan dengan postingan itu melapor ke polisi klien kami dipanggil dulu
untuk dimintai keterangan, tapi kan tahapan itu tidak ada langsung penangkapan
tanpa surat perintah penangkapan,” ujarnya.
Firdaus yang juga Ketua Badko HMI Maluku-Maluku Utara ini
menilai dalam kasus tersebut polisi terlalu memaksakan penangkapan terhadap
kliennya.
Sebab kliennya hanya mengunggah seruan demo dan langsung
ditangkap, “Setelah kita baca surat penangkapan itu memang seakan-akan
penangkapan ini dipaksakan. Jadi ada upaya pembungkaman, ini tidak sehat untuk
demokrasi,” kata Firdaus.
Saat ini, kata Firdaus, pihaknya bersama LBH Muhamadiyah
Maluku akan melakukan upaya pembelaaan hukum terhadap Risman, ”Kita akan kawal
kasus ini sampai tuntas,” tegasnya.
Mahasiswa di Ambon bernama Risman Soulissa ditangkap sejumlah
polisi di kawasan Poka, Kecamatan Teluk Ambon pada Minggu malam (25/7/2021).
Dia ditangkap setelah mengunggah dua gambar berisi seruan
aksi unjuk rasa mencopot Presiden Joko Widodo, Gubernur Maluku dan Wali Kota
Ambon.
Setelah dibawa ke Polresta Pulau Ambon, Risman kemudian
diperiksa kurang lebih delapan jam dan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka
pada Senin pagi.
Polisi menjerat tersangka dengan Pasal 45A sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat 3 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
perubahan kedua atas UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik dan atau Pasal 14 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan
hukum pidana. []