SANCAnews – Alasan pemerintah yang lebih
memilih menerapkan PPKM Darurat daripada lockdown dipaparkan Presiden Joko
Widodo.
Jokowi menganggap, strategi karantina wilayah atau lockdown
tidak menjamin penyebaran virus Covid-19 di tengah masyarakat bisa
dikendalikan.
Sehingga PPKM Darurat dia anggap sebagai strategi terbaik
untuk menekan laju penularan virus, yang juga diperuntukkan memperbaiki kondisi
perekonomian domestik.
Penjelasan Jokowi tersebut dianggap aneh oleh Direktur
Eksekutif Indonesia Future Studies, Gde Siriana Yusuf.
"Cara berpikir Jokowi terbalik," ujar Gde Siriana
kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (30/7).
Menurut Gde Siriana, cara berpikir terbalik Jokowi yang
begitu justr akan membuat pandemi Covid-19 di dalam negeri tidak pernah bisa
ditangani sampai tuntas.
Berdasarkan pengamatannya terhadap strategi kebijakan di
negara lain, lockdown justru dapat secara cepat menekan munculnya kasus positif
baru, juga kematian akibat infeksi Covid-19 dan terjadinya kolaps rumah sakit.
"Kuncinya lockdown dua sampai tiga minggu. Artinya virus
pada tubuh masyarakat sudah mati, kasus baru akan bisa segera dilokalisir
ketika masih sangat sedikit," paparnya.
Selain itu, strategi lockdown juga mensyaratkan adanya
pengawasan lebih lanjut di daerah yang melaksanakan, termasuk soal pembatasan
orang masuk dan ke luar wilayah tersebut.
"Maka pengawasan ketat di perbatasan, agar virus dari
luar wilayah tidak masuk, menjadi kunci keberhasilan," tandasnya.
Penjelasan Presiden Jokowi terkait alasan menerapkan PPKM
Darurat disampaikan dalam acara Pemberian Banpres Produktif Usaha Mikro, di
Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Jumat (30/7).
Dalam kesempatan tersebut Jokowi menyatakan bahwa saat
dilaksanakannya PPKM Darurat sejak 3 Juli hingga 20 Juli masyarakat sudah
menjerit, sehingga ia menilai PPKM Darurat sama dengan semi-lockdown.
"Kalau lockdown bisa kita bayangkan! Dan (lockdown)
belum bisa menjamin juga masalah (penyebaran virus Covid-19) selesai,"
ujar Jokowi. [rmol]