SANCAnews – Ketua Fraksi PKS di DPR Jazuli Juwaini merespons
serius isu yang memanas beberapa hari terakhir soal tes wawasan kebangsaan
kepada para pegawai KPK.
Jazuli menyoroti pertanyaan atau pernyataan yang membenturkan
antara keyakinan agama dan nasionalisme dalam TWK, seperti soal lepas jilbab
dan memilih antara Al-Qur'an atau Pancasila.
Pihaknya menuntut Presiden Joko Widodo alias Jokowi untuk
menginvestigasi masalah ini dan mengevaluasi TWK bagi seluruh pegawai negeri,
tidak hanya di KPK, agar kembali pada upaya mengukuhkan Pancasila dan
konstitusi.
"Bukan sebaliknya, memunculkan pertanyaan yang justru
merusak tatanan nilai kebangsaan kita," kata Jazulidalam siaran persnya,
Selasa (1/6).
Menurut dia, publik tiba-tiba dikagetkan pengakuan pegawai
KPK yang pada saat mengikuti TWK ditanya soal apakah bersedia melepas jilbab.
Ketika dijawab tidak oleh pegawai, kata dia, penanya
menghakimi bahwa peserta itu egois.
Demikian juga, kata dia, pengakuan pegawai KPK soal adanya
pertanyaan untuk memilih antara kitab suci Al-Qur'an atau Pancasila.
"Pertanyaan-pertanyaan tersebut jelas tendensius
memisahkan agama dan nasionalisme kebangsaan. Penanya jelas tidak paham sejarah
bangsa, sekaligus disadari atau tidak telah merusak dan merongrong kewibawaan
Pancasila dan konstitusi," ungkap Jazuli dalam siaran persnya, Selasa
(1/6).
Menurut Jazuli, pertanyaan itu jelas menyesatkan, menyimpang,
dan merusak tatanan Pancasila dan UUD NRI 1945 yang diwariskan oleh para
pendiri bangsa.
Secara khusus, Jazuli mengaitkan kasus ini dengan komitmen
peringatan Hari Lahir Pancasila yang diperingati tepat 1 Juni 2021.
"Di momentum Hari Lahir Pancasila 1 Juni ini, semua
perlu mengukuhkan pemahaman bahwa Pancasila dan konstitusi sejatinya dibangun
di atas fondasi agama," ujar dia.
Jazuli menjelaskan sila pertama Pancasila dan dipertegas
Pasal 29 Ayat 1 UUD 1945, menyatakan negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha
Esa.
"Membenturkan keyakinan agama dan kebangsaan jelas salah
kaprah dan salah arah," ungkap anggota Komisi I DPR itu.
Legislator Dapil Banten ini mensinyalir ada upaya
membentur-benturkan agama dan kebangsaan.
Menurut dia, hal itu dilatari prasangka sesat dan phobia
terhadap agama.
Selain itu, lanjut Jazuli, menganggap ketaatan pada agama
sebagai ancaman (radikalisme).
"Radikalisme, komunisme, sekularisme dan isme-isme lain
yang bertentangan dengan dasar negara dan konstitusi harus kita lawan,"
katanya.
Namun, lanjut dia, membenturkan agama dan kebangsaan, dengan
sinis menuduh orang agamis yang taat agama sebagai antikebangsaan, jelas salah
besar dan harus dihentikan.
"Sebab, jelas itu bertentangan dengan Pancasila dan
konstitusi itu sendiri," terang Jazuli.
Dia menambahkan Pancasila dan UUD 1945, justru mendorong
setiap warga negara untuk taat dan komitmen pada agamanya masing-masing.
Negara bahkan menjamin perlindungan terhadap warga negara
berdasarkan Pasal 29 Ayat 2 UUD NRI 1945.
Jazuli menegaskan agama, kitab suci, dan nilai-nilai
ajarannya dihormati dan dijunjung tinggi di republik ini.
"Kita negara yang religius, bukan negara yang sekuler.
Jadi, jangan dibentur-benturkan antara agama dan kebangsaan," paparnya. []