SANCAnews – Pakar Hukum Pidana dari Universitas Indonesia
(UI), Chudry Sitompul ikut menanggapi terkait 700 pegawai Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) yang menolak menghadiri pelantikan sebagai ASN.
Chudry menilai, aksi solidaritas pegawai KPK yang lolos Tes
Wawasan Kebangsaan (TWK) itu tidak serta merta membuat kerja KPK terhenti.
Kendati demikian, ia tak menampik aksi solidaritas ini akan berpengaruh terhadap performa KPK, "Saya kira tidak akan membuat KPK menjadi berhenti."
"(Tetapi) Kalau hanya solidaritas, solidaritas ini
mengurangi performa KPK itu sendiri," kata Chudry, dalam tayangan Youtube
Kompas TV, Selasa (1/6/2021).
Untuk itu, Chudry menilai, aksi solidaritas ini bukan cara
terbaik dalam menyikapi polemik seleksi kepegawaian di KPK.
Ia menganggap bentuk aksi solidaritas ini justru mirip dengan
aksi pemboikotan. Terlebih, menurut Chudry, para pegawai di KPK adalah
orang-orang yang taat hukum.
"Teman-teman dari KPK kan orang-orang yang taat hukum,
mengerti putusan pengadilan."
"Jadi saya kira kalau mau melakukan solidaritas,
bentuknya bukan seperti ini, karena ini seperti pemboikotan."
"Padahal solidaritas bisa dilakukan dengan cara yang
lain seperti tempuh jalur hukum," ungkap Chudry.
Lebih lanjut, Chudry pun menilai, jika aksi solidaritas
sampai menghambat kerja KPK, maka pemerintah bisa mengambil alih sementara.
"Ketika KPK pertama dibentuk, penyidik-penyidiknya itu
dari kepolisian dan kejaksaan."
"Kalau nanti sampai terjadi seperti ini (performa KPK
menurun akibat aksi solidaritas), saya kira nanti presiden dan pemerintah akan
mengeluarkan Perpu untuk mengambil alih sementara penyidik dari kepolisian dan
lembaga lain," lanjutnya.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis
menanggapi ratusan pegawai KPK yang menolak menghadiri pelantikan sebagai ASN
dengan tangan terbuka.
Menurut Margarito, aksi solidaritas para pegawai tersebut
adalah hak mereka sebagai warga negara.
Untuk itu, ia menghormati sikap mereka, baik yang akan
menghadiri pelantikan, maupun yang menolaknya.
"Saya hormati sikap mereka sepenuhnya, mau datang ikut
pelatihan monggo, kalau mau ikut datang juga saya hormati mereka karena itu hak
mereka."
"Pelantikan adalah titik awal Anda diresmikan jadi
pegawai, jadi itu hak Anda," kata Margarito.
Ia pun mengingatkan Ketua KPK Firli Bahuri, untuk mengikuti proses hukum dengan taat terkait polemik seleksi kepegawaian di KPK ini, "Kepada Firli, dia hanya perlu taat hukum dan tidak perlu mencla-mencle," ungkapnya.
700 Pegawai KPK Kompak Minta Pelantikan ASN Diundur
Sebelumnya diberitakan Tribunnews, sebanyak 700 pegawai KPK
yang dinyatakan lulus TWK kompak meminta pelantikan sebagai Aparatur Sipil
Negara (ASN) ditunda hingga polemik TWK menemui titik terang.
Diketahui, sebanyak 75 pegawai KPK dinyatakan tidak lulus
TWK, 51 diantaranya bakal dipecat, sementara 24 lainnya akan dibina.
Mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (BW) berpandangan,
permintaan tersebut merupakan bentuk solidaritas pegawai KPK terhadap para
koleganya yang dinilai disingkirkan melalui TWK oleh pimpinan KPK.
"Kita tengah menyaksikan solidaritas tanpa dan melampaui
batas dari Pegawai KPK yang lulus TWK terhadap para koleganya yang disingkirkan
secara melawan hukum oleh Pimpinan KPK melalui instrumentasi TWK," kata BW
dalam keterangannya, Senin (31/5/2021).
BW menyebut, aksi solidaritas dengan melayangkan surat
terbuka kepada Ketua KPK Firli Bahuri dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut
belum pernah terjadi sepanjang sejarah KPK maupun lembaga antirasuah negara
lain.
Melalui surat itu, pegawai KPK meminta agar hasil TWK
dibatalkan, memerintahkan seluruh pegawai KPK beralih status menjadi ASN sesuai
mandat UU 19/2019 dan PP 41/2020 dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), serta
meminta penundaan pelantikan.
"Fakta ini sekaligus menegaskan spirit yang berkembang
berupa solidaritas yang berpucuk dari akal sehat dan berpijak dari nurani
menjadi 'barang langka' yang harus dihormati danndijunjung tinggi oleh
siapapun," katanya.
BW menilai, aksi solidaritas itu merupakan sinyal bahwa tidak
ada lagi kepercayaan yang dimiliki pegawai KPK terhadap pimpinannya.
"Siapapun pemimpin yang baik karena menjunjung tinggi
kehormatannya harusnya tahu diri dan ikhlas meletakkan jabatan serta
mengundurkan diri jika sudah kehilangan legitimasinya."
"Ketua KPK dan pimpinan lainnya telah gagal jadi
konduktor yang mengorkestrasi pemberantasan korupsi serta diduga keras menjadi
bagian dari masalah tipikor," katanya.
Di sisi lain, BW turut mengecam dugaan adanya tekanan serta
ancaman yang dilakukan oknum pimpinan terhadap sekira 700 pegawai KPK tersebut.
Tindakan tersebut, menurut dia, telah melanggar kebebasan berekspresi yang diatur oleh konstitusi. Ia menegaskan, pelaku tindakan dimaksud sudah tidak pantas lagi menjadi pimpinan KPK.
"Seluruh hal di atas sudah cukup menjadi dasar agar
Presiden segera melakukan tindakan tegas untuk menolak hasil TWK dan
mengalihkan serta melantik seluruh pegawai KPK sesuai mandat UU, PP dan Putusan
MK," katanya.
"Hal ini penting dilakukan agar supaya dapat diwujudkan keadilan
karena delayed juctice sama dengan injustice. Sekaligus, mempertimbangkan untuk
meminta Pimpinan KPK mengundurkan diri," imbuh BW. []