SANCAnews – KPK menggelar tes alih pegawai menjadi Aparatur
Sipil Negara (ASN). Muncul doa qunut saat salat pada pertanyaan. Sejumlah pihak
pun mengecam soal itu.
Perihal pertanyaan itu, detikcom menerima cerita dari salah
seorang pegawai yang mengikuti tes. Apa saja pertanyaannya?
"Ya ditanya subuhnya pakai qunut apa nggak? Ditanya
Islam-nya Islam apa? Ada yang ditanya kenapa belum nikah, masih ada hasrat apa
nggak?" ujar pegawai KPK itu, Rabu (5/5/2021).
Atas pertanyaan itu, pegawai KPK mengaku heran. Ragam pertanyaan itu muncul saat sesi wawancara, "Ditanya kalau anaknya nikah beda agama gimana," sambungnya.
Total ada 1.349 pegawai KPK yang mengikuti asesmen itu.
Mereka merupakan pegawai yang direkrut KPK secara independen melalui program
'Indonesia Memanggil'.
Pertanyaan itu kemudian mendapat kritikan. Adalah MUI menilai
bahwa pertanyaan itu tidak toleran. Sebab, doa qunut dalam salat bukanlah hal
yang pokok. Boleh dilaksanakan dan boleh tidak dilaksanakan pula.
"Saya tidak tahu betul bentuk pertanyaannya tentang
qunut itu seperti apa. Apakah pertanyaannya berupa 'apakah anda qunut atau
tidak?' Lalu kalau yang ditanya menjawab dia qunut atau tidak qunut pertanyaan
saya jawaban mana yang dianggap benar oleh KPK, apakah yang membaca qunut atau
tidak? Begitu KPK membenarkan salah satunya dan menyalahkan yang lain maka KPK
menurut saya sudah tidak mencerminkan dirinya sebagai lembaga negara dan telah
melanggar Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi: 'Negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu'," kata Anwar Abbas kepada
wartawan, Kamis (6/5/2021).
Anwar menekankan bahwa membaca doa qunut saat salat adalah
pilihan. Dia menekankan bahwa ada pandangan yang mengharuskan doa qunut di
salat dan ada yang tidak.
"Di dalam Islam ketika salat subuh ada pandangan yang
mengharuskan seseorang membaca qunut tapi juga ada pihak lain yang menyatakan
tidak harus. Lalu bagaimana kita melihat masalah ini?" katanya.
"Oleh MUI masalah qunut ini dilihat sebagai masalah
furu'iyah (cabang) bukan masuk ke dalam masalah yang bersifat ushuliyyah
(pokok). Dalam hal yang terkait dengan masalah-masalah furu'iyah ini
kemungkinan berbedanya sangat tinggi," tuturnya.
Anwar Abbas mengatakan hal yang bersifat furu'iyah itu harus
mengedepankan toleransi. KPK, kata Anwar, harus menghormati hal itu.
"Oleh karena itu, MUI menyarankan dalam hal yang terkait
dengan adanya perbedaan dalam masalah furu'iyah kita harus bertoleransi. Untuk
itu, lembaga negara dalam hal ini KPK harus menghormatinya," tutur dia.
Anwar meminta KPK agar tak membuat soal yang berpotendi
membelah umat. Dia mewanti-wanti KPK agar tak melanggar konstitusi.
"Oleh karena itu, KPK dalam tesnya jangan membuat
soal-soal yang masalahnya masuk ke dalam ranah yang memang dimungkinkan berbeda
(majalul ikhtilaf). Karena membenarkan yang satu dan menyalahkan yang lain
dalam hal tersebut berarti KPK telah tidak lagi menghormati konstitusi dan
pandangannya jelas tidak sesuai dengan sikap dan pandangan MUI, tapi bisa
sejalan dengan pandangan kelompok tertentu dan bertentangan dengan kelompok
tertentu lainnya," kata dia.
"Dan kalau sudah seperti itu yang terjadi maka KPK akan
terseret menjadi lembaga negara yang memecah belah umat dan itu bertentangan
dengan tugas dan misinya. Untuk itu saya meminta soal tersebut dianulir atau
jawaban semua peserta yang di tes untuk nomor tersebut dinyatakan benar
semua," kata dia.
Muhammadiyah: Qunut untuk Mengukur Apa?
Kritikan juga datang dari PP Muhammadiyah. Ketua PP
Muhammadiyah, Dadang Kahmad mempertanyakan soal itu.
"Untuk mengukur apa, gitu? Apa mengukur dia kelompok
tertentu gitu? Kalau qunut lulus, kalau tidak qunut tidak lulus, gitu?"
kata Dadang Kahmad kepada wartawan, Kamis (6/5).
Dadang mengatakan bacaan doa qunut dalam salat adalah salah
satu praktik yang beragam dalam ajaran Islam. Dadang meminta agar hal itu
dihormati.
"Ini (qunut) ikhtilaf, saling menghormati keyakinan
praktik ibadah masing-masing, karena di tengah kaum muslimin memang banyak
sekali praktik yang sangat berlainan dan itu dijamin oleh Allah. Kita harus
saling menghormati satu sama lain," jelasnya.
"Oleh karena itu sebaiknya jangan dijadikan ukuran
keislaman seseorang. Karena qunut subuh itu perkara sunah, mungkin ada yang
tidak, ada yang iya," tambahnya.
Warga Muhammadiyah, kata Dadang, memang tidak mewajibkan
qunut sebagai bagian dari salat Subuh, tapi tetap menghormati keyakinan atau
pendapat yang lain. Dadang mengatakan setiap pendapat memiliki dalil yang diyakini
sehingga tidak perlu dipersoalkan.
"Kalau memang itu benar ditanyakan, saya juga tidak
pasti, saya kira tidak usah. Karena kelompok keagamaan itu kan bermacam-macam,
orang yang moderat bermacam-macam juga, ada yang qunut ada yang tidak. Kalau
ukurannya radikal dengan tidak radikal juga salah. Banyak orang yang tidak
radikal yang tidak qunut, yang moderat," sebut Dadang.
Dadang meminta soal qunut itu harusnya tidak menjadi
pertanyaan. Dadang menekankan pertanyaan itu bisa disebut sebagai memaksakan ideologi.
"Kalau menjadi pertanyaan kan memaksakan ideologi, seperti memaksakan kehendak. Yang disebut radikal itu kan yang memaksakan keyakinan pada orang lain," tuturnya.
Penjelasan KPK soal tes asesmen pada halaman selanjutnya.
Penjelasan KPK soal Tes
KPK telah menyampaikan hasil asesmen tes wawasan kebangsaan
pegawai KPK untuk alih status sebagai aparatur sipil negara (ASN). Dari hasil
asesmen itu sebanyak 75 orang pegawai dinyatakan tidak memenuhi syarat.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan pihaknya masih menunggu
surat keputusan keluar melalui Sekretaris Jenderal KPK Cahya Hardianto Harefa
mengenai hasil tes. Firli mengaku ingin menghormati hak asasi manusia dari para
pegawai KPK itu.
"Kita ingin pastikan bahwa kita menjunjung hormati
menegak hormati hak asasi manusia. Karena kalau kami umumkan, tentu akan
berdampak kepada anak, istri, keluarga, cucu, besan, mertua, kampungnya di
kampung halamannya. Kami bukan memiliki cara kerja kerja seperti itu,"
ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers pada Rabu (5/5) kemarin.
Dari 1.351 pegawai KPK itu dirinci sebagai berikut:
Pegawai yang memenuhi syarat: 1.274 orang
Pegawai yang tidak memenuhi syarat: 75 orang
Pegawai yang tidak mengikuti tes: 2 orang
"Kalau tadi ada yang mengatakan nama-nama yang beredar,
silakan Anda tanya siapa yang menebar nama-nama itu. Yang pasti adalah bukan
KPK," imbuh Firli. []