SANCAnews – Keseriusan pemerintah dalam mengembalikan aset
negara terkait program Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) belum terlihat
ada tindak lanjut nyata.
Padahal sebelumnya, pemerintah sudah membentuk Satuan Tugas
Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI melalui Keputusan Presiden Republik
Indonesia (Keppres) 6/2021 yang diterbitkan Presiden Jokowi.
Namun sayang, hingga kini struktur pelaksana Satgas belum
jelas, baru diumumkan pengarah Satgas dari Menko Polhukam, Menko Perekonomian,
Menko Marves, Menkumham, Jaksa Agung, dan Kapolri.
“Mestinya ini diumumkan kepada publik, siapa yang berada di
struktur pelaksana Satgas. Satgas ini kan tujuannya menyelamatkan aset negara,
kalau belum dibentuk segera dibentuk. Kalau sudah terbentuk, umumkan siapa saja
yang bertugas sebagai eksekutor,” tutur Koordinator Bidang Ekonomi Nawacita
Sosial Inisiatif (NSI), Goenardjoadi Goenawan, Rabu (26/5).
Keseriusan pemerintah penting mengingat aset yang hendak
dikejar nilainya cukup fantastis, yakni mencapai Rp 110,45 triliun, terdiri
dari tagihan berbentuk kredit sekitar Rp 101 triliun dan berbentuk properti
bernilai lebih dari Rp 8 triliun, serta tagihan dalam bentuk rekening uang
asing.
Dari catatan pemerintah, setidaknya ada belasan permasalahan
yang menghambat upaya penagihan. Permasalahan penagihan juga dinilai cukup
kompleks, mulai dari properti yang dijaminkan sudah berpindah tangan karena
digugat pihak ketiga, hingga aset yang sudah berpindah ke luar negeri.
Kompleksitas permasalahan BLBI inilah harus dipahami
menyeluruh oleh Satgas Hak Tagih dalam menjalankan tugasnya ke depan. Melalui
Keppres 6/2021, Satgas Hak Tagih BLBI diberi ruang melakukan inventarisasi dan
pemetaan hak tagih negara dan aset properti BLBI.
Satgas juga bisa melaksanakan kebijakan strategis,
langkah-langkah penanganan serta terobosan yang diperlukan dalam rangka
penanganan dan pemulihan hak tagih negara dan aset properti BLBI.
Satgas juga bisa melakukan upaya hukum dan/atau upaya lainnya
yang efektif dan efisien bagi penyelesaian, penanganan, dan pemulihan hak tagih
negara dan aset properti BLBI.
Dalam upaya mengembalikan aset BLBI ini, Satgas perlu
mengedepankan upaya yang efektif dan efisien kepada obligor yang bersedia
dengan terbuka membangun komunikasi dengan negara dan mempunyai niat
mengembalikan dana talangan.
Hanya saja, kata dia, Satgas tetap harus memperhitungkan
sanksi denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Denda jangan diartikan mereka harus dihukum atau dikenakan
pajak lebih tinggi. Itu tidak memberi efek jera. Para obligor yang rata-rata
orang kaya Indonesia bisa diminta terlibat membangun proyek-proyek pemerintah.
Perusahaan para obligor BLBI masih pada hidup semua. Mudah melacaknya, tinggal
pemerintah mau atau tidak,” tegasnya.
Sebaliknya, para obligor yang tidak patuh, tugas Satgas adalah menyisir aset baik di dalam negeri maupun uar negeri. Langkah tegas perlu dilakukan denngan pendekatan hukum, “Kalau perusahaan masih beroperasi di Indonesia, jerat saja para direksinya,” tandasnya. (rmol)