SANCAnews – Terdakwa kasus pembobolan Bank BNI, Maria Pauline Lumowa divonis 18 tahun penjara dan denda Rp 800 juta subsider 4 bulan kurungan. Hal itu diputuskan Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, dalam sidang vonis yang digelar Senin (24/5).
Hakim ketua, Saifudin Zuhri menyatakan, Maria terbukti
melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait kasus
pembobolan Bank BNI yang merugikan negara hingga Rp 1,2 triliun.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Maria Pauline Lumowa
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi
yang dilakukan secara bersama-sama dan berlanjut, dan melakukan tindak pidana
pencucian uang," ujar Saifudin Zuhri saat membacakan surat putusan.
"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa berupa
pidana selama 18 tahun dan denda Rp 800 juta subsider 4 bulan kurungan,"
sambungnya.
Selain itu, Maria juga dijatuhkan hukuman uang pengganti
sebesar Rp 185 miliar. Apabila dia tidak membayar, maka akan dilakukan
penyitaan harta bendanya untk dilelang oleh Kejaksaan.
"Apabila terpidana tidak punya uang bayar uang pengganti
maka diganti pidana penjara selama tujuh tahun," ucap hakim Saifuddin
menambahkan.
Dalam pertimbangannya, hakim juga memasukan hal-hal yang
memberatkan dan meringankan Maria. Di mana, hal yang meringankannya adalah
perilaku sopan dan belum pernah dihukum serta aset PT Sagared Team dan PT
Gramindo Group telah disita oleh negara.
Sedangkan hal memberatkan Maria, dinilai hakim, tidak mendukung
program pemerintah dalam memberantas korupsi, dan juga terdakwa masuk ke Daftar
Pencarian Orang (DPO) karena menghindar dari kasus yang menjeratnya.
Dalam kasus ini Maria berstatus sebagai pemilik atau key
person atau pengendali PT Sagared Team dan Gramindo Group. Hakim mengatakan
Maria Lumowa terbukti melakukan perbuatan memperkaya diri dan orang lain atas
pencairan Letter of Credit (LC) dengan dokumen fiktif.
"Menimbang berdasarkan fakta hukum terhadap pencairan 41
LC yang diajukan perusahaan dengan melampirkan dokumen fiktif terdapat
memperkaya diri dan orang lain, totalnya pencairan dana dari LC menggunakan
dokumen fiktif yang tergabung di PT Gramindo Group Rp 1.214.648.422.331,43 (Rp
1,2 triliun)," kata hakim.
"Menimbang bahwa dengan demikian perbuatan terdakwa
bersama Adrian Herling Waworuntu, saksi Jane Iriany Lumowa, saksi
Koesadiyuwono, saksi Edy Santoso, saksi Ollah Abdullah Agam, Adrian Pandelaki
Lumowa (alm), saksi dr Titik Pristiwati, saksi Aprila Widharta, dan saksi
Richard Kountul dalam pencairan LC dengan melmpirkan dokumen fiktif di PT BNI
Persero telah perkaya diri atau orang lain Rp 1.214.648.422.331,43,"
lanjut hakim.
Dalam perkara ini, Pauline tidak sendiri menikmati uang haram ini. Ada Adrian Herling Waworuntu yang menikmati uang sebanyak Rp 300 miliar, Ollah Abdullah Agam Rp 696,35 miliar, Adrian Pandelaki Lumowa (alm) Rp 308,24 miliar, Titik Pristiwati Rp 178,59 miliar, Aprila Widharta Rp 28,22 miliar, dan Richard Kountul Rp 44.41 miliar.
Sementara hakim menyebutkan, uang yang dinikmati Maria
mencapai Rp 185,82 miliar. Oleh karena itu dia memenuhi dua unsur dalam perkara
ini. Yakni, memperkaya diri dan orang lain, serta merugikan keuangan negara.
"Menimbang berdasarkan pertimbangan di atas unsur
memperkaya diri atau orang lain atau korporasi telah terpenuhi pada perbuatan
terdakwa, majelis juga berpendapat unsur merugikan negara telah
terpenuhi," tegas hakim.
"Setelah adanya pencairan 41 Letter of Credit atau LC
dengan lampiran dokumen ekspor fiktif maka dilakukan pengkreditaan di BNI yang
masuk pada rekening giro tergabung Gramarindo Group, dimana atas pernyataan
saksi mengatakan pinjaman itu merupakan penunjukkan terdakwa," tambah
hakim.
Maka dari itu, Maria dinyatakan melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo
Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tipikor sebagaimana diubah dengan UU
RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Serta Pasal 3 ayat 1 huruf a UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang
pencegahan dan pemberantasan TPPU sebagaimana diubah dengan UU Nomor 25 Tahun
2003 tentang perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang tindak pencegahan
dan pemberantasan TPPU. (rmol)