SANCAnews – Anggota Fraksi PKS DPR RI Al Muzzammil Yusuf meminta
Presiden Joko Widodo menggunakan kewenangannya untuk membatalkan hasil tes
wawasan kebangsaan (TWK) calon aparatur sipil negara (ASN) KPK.
"Presiden Jokowi harus menggunakan kewenangannya untuk
membatalkan TWK yang dilaksanakan Badan Kepegawaian Negara (BKN) terhadap calon
ASN KPK maupun seluruh ASN di berbagai institusi," kata Al Muzzamil saat
interupsi dalam Rapat Paripurna DPR RI di Jakarta dilansir Antara, Senin
(31/5).
Ia juga meminta Presiden membentuk tim TWK dari tokoh-tokoh
lintas agama, akademisi, hingga pakar yang tidak antiagama dalam menyusun
berbagai pertanyaan dalam tes tersebut. Hal itu agar berbagai pertanyaan dalam
TWK sesuai dengan Pancasila dan konstitusi negara.
"Saya juga meminta DPR memanggil BKN untuk
mempertanggungjawabkan apa yang telah dilakukannya dalam seleksi calon ASN
KPK," ujarnya.
Politikus PKS itu mengatakan bahwa TWK calon ASN KPK menarik
perhatian publik karena ada beberapa pertanyaan dalam tes tersebut yang sangat
sensitif, bahkan menyangkut keyakinan beragama seseorang.
Al Muzzammil mencontohkan beberapa pertanyaan tersebut,
seperti seorang muslimah calon ASN KPK diberikan pertanyaan apakah siap
melepaskan kerudung atau jilbab demi bangsa dan negara.
"Perempuan tersebut menjawab akan tetap memakai
kerudung, lalu penguji TWK mengatakan muslimah tersebut egois karena tidak
berani berkorban bagi bangsa dan negara," katanya.
Contoh kedua, lanjut dia, seorang peserta TWK ditanyakan
untuk memilih salah satu, Pancasila atau Alquran dan tidak dibolehkan memilih
keduanya.
Ia menilai hal-hal tersebut telah mengabaikan sikap negarawan
para pendiri bangsa yang arif dan bijaksana, yaitu menyandingkan sila pertama
Pancasila (Ketuhanan yang Maha Esa) dengan sila ketiga (Persatuan Indonesia).
Menurut dia, sikap BKN yang membuat pertanyaan dalam TWK
tersebut tidak melihat amanat UUD NRI Tahun 1945 Pasal 29 ayat (1) dan (2).
"UUD NRI Tahun 1945 Pasal 29 ayat (1) dan (2) berbunyi
negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan negara menjamin tiap
penduduk untuk memeluk agama dan kepercayaannya masing-masing," ujarnya.[]