SANCAnews – Pernyataan Guru Besar Sekolah Tinggi Intelijen
Negara (STIN) Jenderal (Purn), AM Hendropriyono yang menyatakan Palestina dan
Israel bukan urusan Indonesia melainkan urusan bangsa Arab dan Yahudi terus
mendapatkan kritik. Kali ini, kritikan dari Wakil Ketua Umum Majelis Ulama
Indonesia (MUI) sekaligus Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas .
Anwar Abbas menilai pendapat Hendropriyono itu tidak sesuai
dengan falsafah bangsa Indonesia Pancasila terutama sila keduanya yaitu sila
kemanusiaan yang adil dan beradab. "Di dalam ajaran Islam kita tidak hanya
diminta untuk memperhatikan diri kita saja tapi kita juga diminta untuk peduli
kepada orang lain kepada tetangga kita masyarakat dan bangsa kita serta kepada
negara lain dan manusia-manusia yang ada di sana," ujar Anwar Abbas kepada
SINDOnews, Rabu (19/5/2021).
Oleh karena itu, kata dia, di dalam khazanah ajaran Islam
dalam konteks hubungan dengan sesama dan dalam bentuk yang lebih makro, ada
tiga jenis ukhuwah atau persaudaraan yang harus kita tegakkan dan junjung
tinggi, yaitu ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathoniyah (kebangsaan) dan ukhuwah
basyariyah (kemanusiaan).
Dia mengatakan sikap dan pandangan seperti itu tampak pula
sudah terefleksi di dalam alinea pertama mukaddimah atau pembukaan UUD 1945
yang menyatakan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan
oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
"Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa bangsa Indonesia
itu tidak boleh hanya sibuk berpikir dan berbuat untuk dirinya sendiri saja
tapi dia juga harus peduli terhadap nasib dan keadaan bangsa-bangsa lain,"
tuturnya.
Maka itu, lanjut dia, salah satu prinsip luhur dan mulia yang
harus dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia adalah bagaimana kita bisa
berjuang untuk tegak dan dijunjung tingginya nilai-nilai perikemanusiaan dan
perikeadilan dalam hidup dan kehidupan ini.
"Oleh karena biang keladi yang paling utama yang telah
membuat terciptanya satu kehidupan yang tidak berkeadilan dan tidak menjunjung
tinggi nilai-nilai perikemanusiaan adalah penjajahan maka para the founding
fathers atau para pendiri bangsa kita telah melihat bahwa yang namanya
penjajahan di atas dunia ini harus dihapuskan," jelasnya.
Dia melanjutkan sebagai bangsa kita tidak boleh membiarkan
ada suatu suku bangsa atau negara di dunia ini yang menjajah bangsa lain.
Itulah sebabnya, sambung dia, sampai hari ini kita sebagai bangsa tidak bisa
mengakui dan tidak mau membangun hubungan diplomatik dengan Israel.
"Karena Israel jelas-jelas secara mata telanjang telah
mencaplok dan menjajah tanah dan wilayah yang menjadi milik dari bangsa
Palestina," katanya.
Bahkan, kata dia, Israel juga telah mengekang kebebasan dan
hak hidup serta hak berbicara bangsa Palestina. "Bahkan kita lihat mereka
tidak segan-segan untuk mencapai tujuannya tersebut Israel tidak segan-segan
melakukan tindak kekerasan dan membunuh para wanita dan anak-anak palestina
yang tidak berdosa dengan cara-cara yang sangat kejam dan sadistik yang
benar-benar tidak sesuai sedikitpun dengan nilai-nilai keadilan dan
perikemanusiaan," terangnya.
Jadi dari situ, kata dia, tampak betul oleh kita bahwa para
pendiri bangsa Indonesia sangat ingin dan menginginkan adanya satu dunia yang
aman tentram dan damai. Oleh karena itu, lanjut dia, bangsa Indonesia telah
menegaskan politik luar negerinya adalah politik bebas aktif. Artinya, kita
tidak mau dikendalikan dan dipaksa-paksa oleh bangsa dan negara-negara lain dan
kita juga tidak boleh terikat dengan blok-blok yang ada.
"Dalam bahasa lain kita harus bisa menjadikan bangsa
kita menjadi bangsa yang mandiri dan secara aktif dalam kehidupan internasional
kita harus berusaha dan berjuang untuk tegaknya nilai-nilai perikeadilan dan
perikemanusiaan," ucapnya.
Dia menjelaskan bangsa Indonesia dalam pentas global secara
aktif memberikan solusi tidak hanya dalam bidang politik dan keamanan, tapi
juga dalam bidang ekonomi. "Kita masih ingat bagaimana negara kita
memberikan bantuan makanan dan kesehatan kepada bangsa-bangsa yang sedang
bermasalah apakah itu karena konflik atau peperangan atau karena bencana alam
yang dialami oleh negara-negara lain dengan mengulurkan tangan untuk membantu
negara-negara yang sedang kesusahan tersebut," paparnya.
Karena kepedulian Indonesia, lanjut Anwar, negeri ini pun
juga ketika mengalami kesulitan telah dibantu oleh negara-negara lain di dunia
contohnya ketika negara dilanda musibah seperti waktu Tsunami di Aceh tahun 2004.
Saat bencana Tsunami Aceh itu, kata dia, negara-negara lain di dunia sibuk
membawa bermacam-macam bantuan untuk menolong dan membantu rakyat kita.
"Ya demikianlah naturalnya hidup dan kehidupan manusia
termasuk dalam kehidupan antar bangsa. Oleh karena itu, kalau ada orang yang
menganjurkan agar kita tidak perlu peduli terhadap nasib rakyat Palestina yang
dijajah dan dibantai oleh Israel, maka pandangan tersebut jelas-jelas tidak
sesuai dengan falsafah bangsa Indonesia Pancasila terutama sila keduanya yaitu
sila kemanusiaan yang adil dan beradab," terang dua.
"Dan juga pandangan yang seperti itu menunjukkan bahwa
yang bersangkutan tidak memahami secara baik amanat yang ada dalam konstitusi
terutama menyangkut alinea pertama yang terdapat dalam mukaddimah atau
pembukaan UUD 1945," imbuhnya.
Diketahui, tidak sedikit masyarakat Palestina yang menjadi
korban atas serangan Israel. Hingga Minggu 16 Mei 2021 pukul 18.00 waktu
al-Quds atau pukul 22.00, sebanyak 192 orang meninggal dunia atas serangan
Israel tersebut. Sebanyak 1235 orang luka-luka. []