SANCAnews – Kaum Islamis, Nasionalis, dan Komunis di
Palestina bersatu untuk melawan agresi Israel. Darah mereka sama-sama tumpah di
palagan melawan tentara kolonial.
Ratusan warga Palestina dari berbagai spektrum politik serta
organisasi berbaris di jalanan dekat pos pemeriksaan Beit El di Al Bireh, Tepi
Barat, menentang penggusuran serta pemboman di Gaza, Sabtu (15/5) pekan lalu.
Mereka berasal dari beragam faksi perjuangan kemerdekaan
Palestina, baik kaum Islamis, Nasionalis yakni Fatah, dan juga Komunis: Popular
Front for the Liberation of Palestine (PFL) atau Front Popular Pembebasan
Palestina.
Aksi massa itu sebagai bentuk solidaritas warga Tepi Barat
untuk rakyat Palestina di Gaza serta Jerusalem Timur. Demonstrasi itu dijawab
oleh senapan-senapan tentara Israel.
Suara tembakan Israel dan peluru baja berlapis karet pecah di
udara, saat ambulans hilir mudik membawa korban luka sementara asap mengepul ke
udara dari ban yang dibakar oleh pengunjuk rasa.
Malak Abu Rab dari Ramallah mengatakan pada Al Jazeera, dia
mendukung mereka yang terbunuh di Gaza, serta warga Palestina di Yerusalem
Timur yang terancam diusir dari Sheikh Jarrah.
"Orang Palestina berbicara dengan bahasa yang sama tentang masalah ini dan perasaan mereka juga sama," ujarnya.
Dua anggota sayap militer Front Rakyat Pembebasan Palestina (FPLP) menodongkan senjata ke boneka Presiden AS Donald Trump dalam aksi protes, 23 Mei 2017. [Mohammed Abed/AFP]
Front Populer sayap kiri untuk Pembebasan Palestina (PFLP) adalah salah satu partai politik di Palestina. Sesuai namanya, partai yang dibentuk oleh George Habash tahun 1967 ini berhaluan Marxis-Leninis.
Pada tahun 1969, partai ini mengumumkan diri sebagai organisasi berhaluan Kiri Jauh. Tapi, PFLP juga tetap mengadopsi Nasionalisme Arab dan Nasionalisme Palestina.
Sebagai kelompok terbesar yang bergabung dalam Palestine Liberation Organization (PLO), PFLP juga berkomitmen untuk melawan penjajahan anti-Zionisme.
Layaknya organisasi lain di dunia, PFLP membangun hubungan dengan sesama negara komunis seperti Uni Soviet dan China. Jaringan organisasi sayap kirinya juga melebar ke seluruh dunia.
Warga Palestina membawa bendera Hamas saat pemakaman Rashid Abu Ara, remaja 16 tahun yang tewas dalam bentrokan dengan militer Israel di Aqaba, dekat Nablus, Tepi Barat, Rabu (12/5/2021). [AFP/Jaafar Ashtiyeh]
Tatkala George Habash, pendiri PFLP wafat tahun 2008, seluruh organisasi pembebasan Palestina dari berbagai spektrum politik menyatakan berkabung.
Ismail Haniyeh, pemimpin Hamas yang kala itu menjadi Perdana Menteri Palestina, mengumumkan kematian George Habash adalah duka bagi seluruh rakyat.
“Sekarang sekali lagi, kita kehilangan orang yang mendermakan seluruh hidupnya untuk pembebasan Palestina,” kata Ismail Haniyeh saat itu.
Komunis Israel dukung Palestina
Selain PFLP, seruan kemerdekaan untuk Palestina juga bergema di Partai Komunis Israel (MAKI) yang kini bergabung dengan Hadash, koalisi partai sayap kiri dan partai mayoritas Arab di Israel.
Hadash bahkan menyebut angin dari pemerintah Netanyahu memanaskan Yerusalem, mendeportasi keluarga dan menekan demonstrasi. "Mereka terus membakar negara," ungkap Hadash dalam laporan Morning Star Online.
"Satu-satunya cara untuk mengatasi api yang mengancam kita adalah solidaritas, berdiri bersama dan perjuangan Yahudi-Arab melawan rasisme, kebencian, dan kekerasan."
Mereka menyerukan dukungan terhadap keluarga Palestina yang jadi korban penggusuran dari lingkungan Sheikh Jarrar di Yerusalem Timur. (sc)