SANCAnews –
Pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo terkait
konflik Israel-Palestina. Lantas apa maksud sebenarnya surat dari pimpinan
Hamas tersebut?
Guru Besar
Bidang Studi Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI),
Prof Hikmahanto Juwana awalnya mengungkap surat tersebut dari latar belakang
dua faksi yang ada di Palestina yakni Hamas dan Fatah.
Menurutnya
Hamas dan Fatah memiliki orientasi politik dan cara memperoleh kemerdekaan yang
berbeda.
"Pertama
yang perlu dipahami adalah di Palestina ada dua faksi yang saling bersaing
dalam orientasi politik dan cara memperoleh kemerdekaan yaitu Hamas dan Fatah.
Hamas
dominan dan mengusai Gaza sementara Fatah dominan dan menguasai Tepi Barat
(West Bank).
Ini dua
lokasi yang berbeda dan dipisahkan oleh wilayah yang dikuasai oleh
Israel," kata Hikmahanto saat dihubungi, Kamis (20/5/2021).
Hikmahanto
menyebut insiden yang terjadi di Yerusalem Timur merupakan daerah yang dikuasai
oleh faksi Fatah sedangkan faksi Hamas menguasai wilayah jalur Gaza yang sempat
dihujani roket oleh Israel. Sementara itu, kata dia Presiden Palestina Mahmoud
Abbas berasal dari Fatah.
"Kejadian
di Yerusalem Timur kemarin ada di daerah yang dikuasai oleh Fatah. Sementara
peluncuran roket ke Israel dari Gaza. Saat ini Presiden Palestina Mahmoud Abbas
atas hasil Pemilu berasal dari Fatah," ucapnya.
Kemudian
Hikmahanto menjelaskan kedua faksi di Palestina tersebut juga menjadi penyebab
pecahnya suara negara-negara di Timur Tengah dalam menentukan sikap terkait
konflik antara Israel dan Palestina.
"Ini
yang mengakibatkan negara-negara di Timur Tengah tidak bulat dalam pengambilan
keputusan di OKI. Iran mendukung Hamas sementara negara-negara mayoritas Arab
mendukung Fatah. Nah Iran dan kebanyakan Negara Arab punya pandangan politik
yang bertentangan," jelasnya.
Lantas apa
hubungan fakta tersebut dengan surat yang dikirimkan oleh Hamas kepada Jokowi?
Hikmahanto, berpendapat surat itu bisa bermakna agar Indonesia mengambil sikap
mendukung salah satu faksi. Karena itulah, Hikmahanto mewanti-wanti agar
Indonesia bijak menanggapi surat tersebut.
"Di
sini Indonesia sebagai negara berpenduduk mayoritas Islam sedang ditarik-tarik
untuk berada di belakang salah satu faksi yang ada di Palestina, bahkan mungkin
kelompok negara-negara yang ada dalam OKI," ungkapnya.
"Artinya
jangan sampai Indonesia ikut dalam perpolitikan dalam negeri Palestina.
Indonesia tentu mendukung rakyat Palestina untuk mendapatkan kemerdekaannya,
bukan untuk mendukung salah satu faksi dalam perpolitikan dalam sistem
ketatanegaraan Palestina. Oleh karenanya kalau Hamas meminta dukungan Presiden
Jokowi maka perlu disikapi dengan bijak," lanjut Hikmahanto.
Hikmahanto
lantas memberi masukan agar Indonesia cukup menjalankan politik luar negeri
yang bebas aktif terkait surat tersebut. Fokus Indonesia, kata dia, bukan
mendukung kekerasan, melainkan mendorong negara-negara di dunia khususnya
Amerika Serikat agar Israel dan Palestina melakukan gencatan senjata.
"Ingat
Indonesia harus konsisten menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif.
Kita sangat berpihak agar rakyat Palestina memperoleh kemerdekaannya. Prioritas
perhatian Indonesia saat ini adalah gencatan senjata dari semua pihak, bukan
dukung-mendukung terkait penggunaan kekerasan.
Bagi
Indonesia seharusnya sisi kemanusiaan yang harus dikedepankan, terutama rakyat
sipil dan lebih khusus perempuan dan anak-anak. Sebagai mediator yang baik maka
Indonesia harus bisa meyakinkan banyak negara terutama AS atas seruan gencatan
senjata," sebutnya.
Seperti
diketahui, Ismail Haniyeh berkirim surat ke Presiden Jokowi. Haniyeh meminta
Jokowi untuk memobilisasi dukungan negara Islam dan internasional terhadap
Palestina.
Dilansir
dari Anadolu Agency, Kamis (20/5/2021), surat itu disampaikan ke Jokowi pada
Selasa (18/5) lalu. Dalam suratnya, militan Palestina itu menuliskan perihal
agresi Israel ke Palestina yang terus meningkat.
"Kami
meminta Anda untuk segera bertindak dan memobilisasi dukungan Arab, Islam dan
internasional, dan untuk mengambil sikap yang jelas dan tegas untuk mewajibkan
pendudukan Israel segera menghentikan agresi dan terornya di Jalur Gaza,"
kata Haniyeh dalam suratnya.
Haniyeh juga
meminta Jokowi untuk menyerukan diakhirinya kekerasan di Yerusalem dan
penduduknya. Termasuk soal pengusiran paksa dan diskriminasi rasial terhadap
warga Palestina.
"Termasuk
skema Yudaisasi, permukiman, pengusiran paksa dan diskriminasi rasial, dan
mencabut semua keputusan yang menargetkan pintu gerbang dan lingkungannya,
terutama lingkungan Sheikh Jarrah," lanjutnya. (dtk)