SANCAnews – Sebuah dokumen sejarah yang diterbitkan
belakangan ini mengungkapkan bahwa mantan Perdana Menteri Israel, Shimon Peres,
pernah mengajukan permintaan untuk mendapatkan kewarganegaraan Palestina.
Simon Perez lahir di Wieniawa, Polandia (sekarang Visnievamen
jadi wilayah Belarusia) pada 2 Agustus 1923. Meninggal di Ramat Gan, Israel, 28
September 2016 pada umur 93 tahun.
Tahun 1934, keluarganya pindah ke kawasan Palestina yang saat
itu berada di bawah pemerintahan sipil Inggris dan menetap di Tel Aviv.
Shimon Peres kelak dia jadi PM Israel, memimpin penjajahan
atas negeri yang sudah menampungnya.
Radio 24 melaporkan dokumen tersebut memberitahukan bahwa
Peres adalah seorang petani ketika dia tiba di Palestina dari Belarusia pada
tahun 1937.
Tanda tangan Peres tampak jelas dalam aplikasi
kewarganegaraan yang memuat pernyataan, "Saya bersumpah setia dan setia
kepada pemerintah Palestina."
Jika ditelusuri sejarah pendukan Israel di tanah Palestina
sangatlah panjang. Namun ada beberapa peristiwa penting yang menjadi pijakan.
Berdasarkan Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 181
pada 1947 membagi dua wilayah Palestina: satu untuk bangsa Yahudi dan sisanya
buat rakyat Palestina.
Meski begitu, Israel - dilahirkan pada 1948 - tidak puas dan
terus merampas wilayah Palestina hingga kini menguasai 78 persen dari luas
semua wilayah.
Dalam buku Jejak-Jejak Juang Palestina karya Musthafa Abd
Rahman dijelaskan, dua peristiwa sejarah yang menjadi fondasi perampokan tanah
Palestina itu berkisar pada 1900-an. Pertama, peristiwa Perjanjian Sykes-Picot
pada 1916 antara Inggris dan Prancis.
Inggris dan Prancis membagi peninggalan Dinasti Ottoman di
wilayah Arab.
Pada perjanjian tersebut ditegaskan bahwa Prancis mendapat
wilayah jajahan Suriah dan Lebanon, sedangkan Inggris memperoleh wilayah
jajahan Irak dan Yordania. Sementara itu, Palestina dijadikan status wilayahnya
sebagai wilayah internasional.
Pada tahun 1922, Liga Bangsa-Bangsa mempercayakan mandat atas
Palestina kepada Britania Raya. Populasi wilayah ini pada saat itu secara
dominan merupakan Arab Muslim, sedangkan pada wilayah perkotaan seperti
Yerusalem, secara dominan merupakan Yahudi.
Pada masa ini orang-orang Yahudi dari Eropa bermigrasi ke
wilayah Palestina. Meningkatnya gerakan Nazi di Eropa pada tahun 1930
menyebabkan Aliyah kelima (1929-1939) dengan masukknya seperempat juta orang
Yahudi ke Palestina.
Gelombang masuknya Yahudi secara besar-besaran ini
menimbulkan Pemberontakan Arab di Palestina 1936-1939, memaksa Britania
membatasi imigrasi dengan mengeluarkan Buku Putih 1939.
Sebagai reaksi atas penolakan negara-negara di dunia yang
menolak menerima pengungsi Yahudi yang melarikan diri dari Holocaust,
dibentuklah gerakan bawah tanah yang dikenal sebagai Aliyah Bet yang bertujuan
untuk membawa orang-orang Yahudi ke Palestina. Pada akhir Perang Dunia II,
jumlah populasi orang Yahudi telah mencapai 33% populasi Palestina, meningkat drastis
dari sebelumnya yang hanya 11% pada tahun 1922. []