SANCAnews – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
tidak melahirkan negarawan karena kadernya didesain menjadi petugas partai.
“Wajar saja, kader PDIP sulit menjadi seorang Negarawan, yang
meletakkan kepentingan negara, bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi,
kelompok dan partai. Desain pengkaderan di internal PDIP hanya akan
menghasilkan sosok petugas partai,” kata Sastrawan Politik Ahmad Khozinudin,
Senen (31/5/2021).
Bahaya sekali sebuah negara dipimpin petugas partai karena
orientasi hidupnya bukan lagi untuk bangsa dan negaranya, tetapi untuk partai.
Partai bukan lagi menjadi kendaraan politik, tetapi tujuan politik itu sendiri.
“Entahlah, apakah visi petugas partai yang dicanangkan
Megawati ini ada hubungannya dengan sejumlah kader PDIP yang dicokok KPK karena
kasus korupsi. Entahlah, apakah korupsi kader PDIP itu merupakan perilaku
menyimpang atau merupakan penugasan dari partai,” ungkapnya.
Kata Ahmad Khozinudin, desain pengkaderan PDIP bisa
ditafsirkan hanya bervisi mendidik anggotanya untuk menjadi petugas partai,
bukan sosok negarawan. Patut diduga yang diinginkan PDIP hanyalah kader yang
loyal kepada partai, bukan pada Negara.
Ada kekhawatiran jika negara ini dipimpin oleh kader PDIP.
Sebab, kader PDIP kelak dalam memimpin akan loyal dan tunduk pada instruksi
partai, berkhidmat dan melayani partai.
“Padahal, semestinya pemimpin itu tunduk kepada konstitusi.
Dia harus menjadi sosok Negarawan, yang menjadikan kepentingan bangsa dan
negara diatas segalanya. Dia harus berkhidmat dan melayani rakyat,” jelasnya.
Selain itu, ia mengatakan, ejumlah kader PDIP banyak yang
ditangkap KPK seperti Andreu Misanta Pribadi, kader PDIP yang juga eks Staf
Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo. Wenny Bukamo, eks Bupati
Banggai Laut, kader PDIP itu ditangkap KPK lantaran kasus suap terkait proyek
di Kabupaten Banggai Laut.
Juliari Peter Batubara, Menteri Sosial sekaligus pejabat di
DPP PDIP itu ditangkap karena melakukan korupsi pengadaan paket bantuan sosial
alis bansos Covid-19. Dan Nurdin Abdullah, Gubernur Sulawesi Selatan dari PDIP
ditangkap KPK karena diuga menerima suap proyek di Sulsel.
Adapun Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat yang terjaring
operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK dan Dit Tipikor Bareskrim,
tidak diakui kader PDIP dan PKB. Meskipun, saat nyalon diusung PDIP.
“Yang perlu diselidiki, ternyata duit korupsi itu mengalir ke
kantong kader PDIP lainnya. Contohnya, korupsi dana bansos Mensos PDIP,
mengalir ke ketua DPC PDIP Kendal. Ini para petugas partai korupsi, apakah
memang mendapat instruksi atau penugasan dari PDIP untuk korupsi ? dan hasil
korupsinya nyetor kepada PDIP?” pungkasnya. (snc)