SANCAnews – Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur
menyatakan tuntutan jaksa berupa larangan berorganisasi untuk Rizieq Shihab dan
kawan-kawan, sebagaimana dalam dakwaan kelima perkara kerumunan di Petamburan,
tidak terbukti.
"Ketiga, menyatakan terdakwa Muhammad Rizieq Shihab,
Haris Ubaidillah, Ahmad Sabri Lubis, Ali Alwi Alatas, Idrus dan Maman Suryadi,
dibebaskan dari dakwaan kelima penuntut umum tersebut," kata hakim ketua
Suparman Nyompa saat membaca putusan di PN Jakarta Timur, Kamis, 27 Mei 2021.
Dakwaan kelima jaksa penuntut umum adalah Pasal 82A ayat 1
juncto Pasal 59 ayat 3 huruf c dan d Undang-undang Nomor 16 Tahun 2017 Tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi
Kemasyarakatan Menjadi Undang-undang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto
Pasal 10 huruf b KUHP juncto Pasal 35 ayat 1 KUHP.
Melalui dakwaan kelima itu, jaksa yang dipimpin oleh Teguh
Suhendro, sempat menuntut Rizieq Shihab dicabut haknya menjadi anggota atau
pimpinan organisasi masyarakat atau ormas selama tiga tahun. Tuntutan ini
dibarengi dengan hukuman pidana penjara selama 2 tahun.
Hakim menolak tuntutan jaksa tersebut. Suparman beralasan
bahwa organisasi kemasyarakatan atau ormas adalah perwujudan hak setiap warga
negara untuk berkumpul, berserikat, dan menyampaikan pendapat. Bahkan, hak
tersebut dilindugi oleh konstitusi.
"Sepanjang ormas tersebut tidak melakukan kegiatan yang
bertentangan dengan hukum," kata Suparman.
Majelis akhirnya hanya menjatuhkan hukuman pidana kepada
Rizieq Shihab Cs atau dikenal para eks petinggi FPI itu berupa penjara selama
delapan bulan. Hukuman tersebut juga dikurangi dengan masa tahanan yang sudah
dijalani para terdakwa.
Rizieq Shihab Cs diputus bersalah melakukan tindak pidana
sebagaimana diatur Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang
Kekarantinaan Kesehatan juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Mereka dinilai
terbukti secara sah dan meyakinkan bersama-sama melakukan tindak pidana berupa
tidak mematuhi penyelengaraan kekarantinaan kesehatan. (glc)