SANCAnews – Nama mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja
Purnama alias Ahok diseret di dalam pledoi atau nota pembelaan Habib Rizieq
Shihab (HRS) dalam perkara kerumunan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Nota pembelaan ini dibacakan langsung oleh HRS di ruang
sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur (Jaktim), Kamis (20/5).
Awalnya, HRS menganggap bahwa perkara yang menjeratnya
merupakan kasus politik yang dibungkus dan dikemas dengan kasus hukum. Bahkan,
HRS menganggap bahwa hukum hanya menjadi alat legalisasi dan justifikasi untuk
memenuhi dendam politik oligarki terhadap dirinya dan kawan-kawannya.
HRS lantas meminta izin untuk mengurai sejumlah indikasi yang
menjadi petunjuk bahwa kasusnya lebih tepat disebut sebagai kasus politik
ketimbang kasus hukum, baik sebelum dan saat serta setelah saya kembali dari
Kota Suci Mekkah ke Indonesia.
“Agar menjadi jelas benang merah yang menghubungkan semua
rangkaian kejadian dengan kasus yang sedang saya hadapi di pengadilan
ini," ujar HRS, Kamis siang (20/5).
Hal itu perlu disampaikan HRS untuk menjadi masukan penting
bagi pihak-pihak yang mempunyai hati jernih dan akal sehat serta nurani
keadilan untuk mengambil kesimpulan.
“Tidak bisa dipungkiri bahwa semua ini bermula dari aksi bela
Islam 411 dan 212 pada tanggal 4 November dan 2 Desember 2016, saat itu umat
Islam Indonesia bersatu menuntut Ahok si penista agama untuk diadili karena
telah menistakan Al-Quran," kata HRS.
Kemudian, kata HRS, berlanjut ke Pilkada 2017 di Jakarta.
Saat itu, Ahok menjadi salah satu calon gubernur DKI Jakarta yang dianggap HRS
didukung oleh para oligarki.
"Didukung penuh oleh para oligarki yang saat itu sukses
menggalang dukungan mulai dari presiden dan para menterinya, hingga panglima
TNI dan Kapolri serta jajarannya, serta juga seluruh ASN di Ibukota Jakarta
yang diwajibkan untuk memilih Ahok," kata HRS.
Menurut HRS, kala itu para oligarki sangat yakin, bahkan
berani memastikan bahwa Ahok menang dalam Pilkada DKI Jakarta pada 2017.
Menurutnya, bukan hanya Ahok dan para oligarki yang sukses
menggalang dukungan rezim penguasa, tapi juga berhasil menggalang dukungan dari
sejumlah ormas besar dan hampir semua partai politik, serta digaungkan
habis-habisan oleh berbagai media cetak dan elektronik mainstream. Termasuk
juga dibesar-besarkan oleh berbagai lembaga survei dan dipuja-puji oleh pada
tokoh nasional dan pengamat.
“Tidak ketinggalan para buzzer bayaran secara terus menerus
menyerang siapa saja yang tidak mendukung Ahok," jelas HRS.
Tak hanya itu, pengerahan dukun dan paranormal untuk minta
bantuan kekuatan gaib dan pengerahan gerombolan preman untuk mengintimidasi
masyarakat juga terjadi.
Apalagi ada juga penerbitan fatwa-fatwa sesat dan menyesatkan
dari ulama yang menurut HRS ulama gadungan yang mendukung Ahok dengan
memutarbalikkan ayat dan hadits serta memanipulasi Hujjah dan korupsi dalil.
"Di samping itu juga ada siraman dana besar-besaran dari
para cukong oligarki," tegas HRS.
Sikap politik dan pendukungnya di aksi bela Islam 411 dan 212
itu dianggap HRS sebagai awal dirinya dan kawan-kawannya menjadi target
kriminalisasi.
"Sehingga sepanjang tahun 2017 aneka ragam rekayasa
kasus dialamatkan kepada kami, bahkan kami menjadi target operasi intelejen
hitam berskala besar," terang HRS. (rmol)