SANCAnews – Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni,
meminta aparat kepolisian serta pihak terkait menindak tegas dan tidak tebang
pilih dalam menegakkan aturan terkait pelaksanaan protokol kesehatan Covid-19
di tengah masyarakat.
Permintaan ini disampaikan Sahroni merespons putusan Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang menjatuhkan vonis hukuman denda Rp20
juta terhadap terdakwa Rizieq Shihab dalam kasus kerumunan Megamendung, Bogor,
Jawa Barat.
"Vonis ini juga sekaligus menjadi pengingat untuk para
penegak hukum tetap tegakkan aturan, jangan pilih kasih dalam memastikan bahwa
protokol kesehatan tetap dipatuhi, harus tegas juga terhadap pelanggar lain,
apalagi setelah angka positif kini kembali meningkat," kata Sahroni kepada
CNNIndonesia.com, Sabtu (19/5).
Selain itu, ia mengapresiasi keputusan Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Timur tersebut. Menurutnya, keputusan itu bisa
menjadi contoh agar masyarakat tidak mengadakan kegiatan yang menyebabkan
kerumunan di era pandemi Covid-19 seperti saat ini.
"Untuk putusan Rizieq Shihab, kami di Komisi III
mengapresiasi para penegak hukum karena sudah menetapkan hukuman pada beliau.
Semoga putusan ini bisa menjadi pelajaran buat masyarakat agar menghindari
kegiatan apapun yang menyebabkan munculnya kerumunan," ujar politikus
NasDem itu.
Sebagai informasi, Rizieq telah divonis dengan hukuman denda
Rp20 juta dalam kasus kerumunan Megamendung oleh Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Jakarta Timur, Kamis (27/5). Jika denda tidak dibayar maka Rizieq dapat
dipidana lima bulan penjara.
"Menjatuhkan pidana dengan pidana denda sejumlah Rp20
juta dan ketentuan jika denda tak dibayar maka diganti dengan pidana 5
bulan," kata Ketua Majelis Hakim Suparman Nyompa.
Vonis hakim tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa yakni
selama 10 bulan penjara dan denda 50 juta rupiah, subsider 3 bulan penjara.
Hakim menyatakan Rizieq secara sah dan meyakinkan melanggar
Pasal 93 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 tentang
Kekarantinaan Kesehatan.
Ada beberapa poin meringankan yang dipertimbangkan hakim
ketika memvonis hukuman tersebut. Salah satu poin yang meringankan lantaran eks
pentolan Front Pembela Islam (FPI) itu tokoh agama yang dikagumi oleh umat.
Hakim pun berharap Rizieq ke depan bisa melakukan pendidikan
bagi umat agar mematuhi aturan yang dibuat oleh pemerintah.
Selain kasus kerumunan Megamendung, Rizieq juga divonis
delapan bulan penjara terkait perkara kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat.
Dalam sidang vonis tersebut, pada pertimbangan hukumnya untuk
perkara kerumunan Megamendung, majelis hakim pun mengakui ada diskriminasi
penindakan terhadap para pelanggar protokol kesehatan di tengah pandemi
Covid-19.
"Mencermati fenomena tersebut majelis berpendapat
sebagai berikut, telah terjadi ketimpangan perlakuan atau diskriminasi yang
harusnya tidak terjadi di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
mengagungkan dirinya sebagai negara hukum," ujar hakim saat membacakan
pertimbangan vonis.
Hakim mengacu pada pertanyaan Rizieq, penasihat hukum, maupun
keterangan saksi yang sempat dihadirkan di persidangan beberapa waktu
belakangan. Hakim menyatakan banyak terjadi kerumunan massa yang mengabaikan
protokol kesehatan. Namun tidak memiliki dampak terhadap persoalan hukum.
Atas hal tersebut, hakim menilai diskriminasi tersebut
seharusnya tidak terjadi di Indonesia. Terlebih, Indonesia berstatus sebagai
negara hukum, bukan negara kekuasaan dalam konstitusinya.
"Terjadi pengabaian terhadap masyarakat karena
masyarakat sudah jenuh terhadap Covid-19 dan ada pembedaan perlakuan di
masyarakat satu sama lain," kata hakim. (*)