SANCAnews – Ketika nama-nama tokoh Nahdlatul Ulama (NU)
hilang di Kamus Sejarah Indonesia Jilid I dan Jilid II yang diterbitkan
Direktorat Sejarah pada Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan, nama-nama tokoh komunis Indonesia justru bermunculan.
Disampaikan Ketua Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah
(PPKN), Tjetjep Muhammad Yasin atau biasa disapa Gus Yasin, ada beberapa tokoh
komunis yang diulas dalam kamus setebal 339 halaman tersebut.
Misalnya, muncul profil Henk Sneevliet di halaman 87 kamus
tersebut. Sneevliet diketahui adalah pendiri Indische Social-Democratische
Vereniging (ISDV), organisasi beraliran kiri yang menjadi partai komunis
pertama di Asia.
“Ada juga profil Darsono atau Raden Darsono Notosudirjo yang
ditemukan pada halaman 51. Ia adalah tokoh Sarekat Islam (SI) yang pernah
menjabat sebagai Ketua Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1920-1925,” terang
Gus Yasin dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Rabu (21/4).
Lanjutnya, ada profil Semaoen ditemukan di halaman 262.
Semaoen menjabat Ketua Partai Komunis Indonesia yang semula bernama ISDV. Ia
juga dikenal sebagai aktivis komunis dan pimpinan aksi PKI 1926.
Selanjutnya ada profil Dipa Nusantara Aidit atau DN Aidit
yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Partai Komunis Indonesia. Profil DN
Aidit ditemukan di halaman 58 Kamus Sejarah Indonesia.
DN Aidit sendiri membawa PKI sebagai partai terbesar keempat
di Indonesia pada Pemilu 1955 dan partai komunis ke-3 terbesar di dunia setelah
Rusia dan China.
“Kita (Nahdliyin) harus bangkit. Kita tidak bisa menyerahkan
urusan penting seperti ini ke PBNU. Kebanyakan pengurus NU sudah ewuh pakewuh,
karena banyak di antara mereka sudah memangku jabatan,” tegas Gus Yasin.
Gus Yasin juga mengkritik pernyataan Ketua Umum Pengurus
Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siroj (SAS), yang menganggap Partai
Komunis Indonesia bukan bahaya laten, melainkan radikalisme berujung terorisme
lebih berbahaya.
“Aneh saja kiai SAS ngomong PKI sudah bukan bahaya laten.
Tokoh-tokoh PKI malah dimunculkan dalam sejarah, sedang keberadaan tokoh
sentral pendiri NU seperti KH Hasyim Asyari tidak dimunculkan. Ada apa ini?
Mungkinkah gara-gara pernyataan Kiai SAS tentang PKI yang sudah disebutnya
bukan bahaya laten?” tutupnya. []