SANCAnews – Dua jilid buku Kamus Sejarah Indonesia terbitan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menuai kritik pedas dari sejumlah
kalangan, baik dari akademisi maupun parlemen.
Pasalnya, tidak hanya soal hilangnya nama pahlawan nasional
KH Hasyim Asyari saja, namun Kemendikbud justru memasukkan sejumlah tokoh
komunis dalam buku tersebut.
Tak heran jika Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat RI,
Hidayat Nur Wahid (HNW), turut mengkritik keras isi Kamus Sejarah Indonesia
Jilid I dan II yang beredar dan dibuat berdasarkan arahan dari Dirjen
Kebudayaan Hilmar Farid dan Direktur Sejarah Kemendikbud Triana Wulandari
tersebut.
“Karena tidak menampilkan fakta sejarah yang proporsional,
terutama terkait dengan tidak dimasukkannya banyak peran tokoh Islam dalam
membangun bangsa, sedangkan tokoh komunis yang melakukan pemberontakan justru
banyak disebut dalam kamus tersebut, sehingga dapat menyesatkan masyarakat umum
maupun guru dan anak didik,” tegas HNW melalui keterangannya, Rabu (21/4).
Dirinya mengaku telah membaca keseluruhan draf kamus
tersebut. Hidayat tidak menemukan sejumlah nama yang jelas-jelas menjadi
pahlawan nasional seperti putra KH Hasyim Asyari, KH Wahid Hasyim, yang
merupakan anggota BPUPK, panitia 9 dan PPKI, yang berperan aktif serta
konstruktif untuk membentuk Indonesia mardeka, ”Ini maksudnya apa?” tegasnya.
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS itu juga mencatat beberapa
tokoh penting lainnya yang tidak masuk dalam buku tersebut. Di antaranya KH Mas
Mansoer yang merupakan mantan Ketua PB Muhammadiyah, anggota BPUPK, pendiri
MIAI; Syafruddin Prawiranegara yang merupakan tokoh Masyumi sekaligus pencetus
dan pemimpin Pemerintahan Darurat RI (PDRI).
Kemudian Mohammad Natsir, tokoh Partai Masyumi sekaligus
pencetus mosi integral yang menyelamatkan NKRI; Ir Djoeanda yang merupakan guru
Muhammadiyah yang berjasa dengan Resolusi Djoeanda menjadikan Indonesia menjadi
betul-betul NKRI yang bercirikan nusantara, dan lain sebagainya.
Sedangkan, dari sisi organisasi, HNW melanjutkan, tidak ada
penjelasan apa pun mengenai Jong Islamiten Bond yang berperan aktif dalam
Sumpah Pemuda 28 Oktober1928.
"Padahal mereka semua punya peran yang sangat penting
dan diakui dalam pembentukan bangsa ini, sesuai dengan judul Kamus tersebut.
Tapi justru malah tidak dimasukkan,” imbuhnya.
Di sisi lain, justru sejumlah pihak yang tercatat pernah
memberontak dan memecah belah bangsa Indonesia dimasukan ke dalam Kamus Sejarah
Indonesia tersebut.
Misalnya, tokoh-tokoh sentral Partai Komunis Indonesia (PKI)
seperti Alimin, Semaun, Musso, Amir Syarifuddin, DN Aidit malah ditulis dalam
buku tersebut.
Bahkan, Bapak Komunis Asia Tenggara, Henk Sneevliet, yang
sukses memecah belah Sarekat Islam menjadi putih dan merah justru dicantumkan.
Termasuk organisasinya, ISDV.
"Apakah peran mereka yang memecah belah perjuangan
bangsa dan memberontak terhadap Pemerintah Indonesia yang sah lebih penting di
mata Dirjen dan Direktur Sejarah Kemendikbud, ketimbang peran tokoh-tokoh
bangsa dari umat Islam yang telah menghadirkan Indonesia Merdeka dan
mempertahakankan Indonesia Merdeka dengan NKRI-nya?” tegasnya menutup. (*)